-->

Opini Sisi Lain Mahasiswa: Otokritik

advertise here
Oleh: Negeri Paus

Negeripaus.blogspot.com - Melihat sepak terjang mahasiswa belakangan ini, saya pribadi sepertinya merasa kehilangan keprecayaan. 

Kepercayaan yang hilang itu mulainya dari keterlibatan aktifis mahasiswa dalam gonjang-ganjing politik praktis, baik terjun ke dunia politik maupun bentuk lainnya seperti memantau pemilu yang baru lalu.

Gambar Y.K.S., Negeri Paus
Gambar Y.K.S., Negeri Paus


Dengan suara ringan dan tanpa beban, biasanya para elite menggunakan slogan berpihak kepada kepentingan rakyat.

Hal yang seringkali dipertanyakan adalah apakah demi kepentingan rakyat atau demi kepentingan kursi yang diinginkannya. Tidak ada satu pun orang yang terjun ke dunia politik untuk tidak berkuasa.

Mereka mendambakan kekuasaaan, dan jika perlu kekayaan dan penghormatan, hal yang telah menjadi persoalan klasik terjadi dalam perjalanan sejarah umat manusia.

Untuk mengubah realitas seperti ini tidaklah semudah membalik telapak tangan. 

Persoalan pokok adalah karakter yang telah mendarah daging dalam pikiran, jiwa dan budaya bangsa. Mengharapkan perubahan secara radikal, merupakan suatu hal yang mustahil. Sartono Kartodirdjo seringkali menyatakan bahwa untuk membangun sebuah gedung berlantai 20 hanya dibutuhkan waktu 2-3 tahun.

Namun, membangun budaya ataupun watak bangsa, dibutuhkan 2 sampai 3 generasi. Jika pikiran Sartono Kartodirdjo ini benar, maka elite yang bermain sekarang tidaklah berubah.

Perubahan karakter manusia tidaklah mungkin dapat berlangsung secepat membangun sebuah gedung.

Dalam konteks ini, penyelesaian secara lebih radikal diperlukan.

Jika Bung Hatta menyatakan bahwa rakyat yang utama, hidup matinya Indonesia Merdeka semuanya tergantung pada semangat rakyat, maka Bung Hatta memperlihatkan ucapannya juga dengan sikapnya.

Jelas sekali bahwa Bung Hatta tidaklah memperkaya dirinya ataupun keluarganya. Juga tidak gila dengan kekuasaan. Ia tetap mempertahankan kesederhanaan kehidupan keluarganya.

Dalam konteks ini, hal yang penting dimiliki oleh seorang pendampingan rakyat adalah sikap sederhana seperti kehidupan rakyat itu sendiri.

Jika tidak demikian, sang hero sama saja dengan pecundang, yang pada masa sekarang tumbuh subur di republik ini.

Pada gilirannya, jika Marx benar dalam ucapannya bahwa 100 teori yang canggih, 1000 konsep yang hebat tidak akan dapat menggerakkan masyarakat.

Satu tindakan yang bermakna akan dapat membuat revolusi yang sesungguhnya. Barangkali action jauh lebih dibutuhkan daripada perdebatan yang tidak ada realisasinya.

Sebagai penutup kata, perubahan nasib bagi rakyat lebih banyak ditentukan oleh mereka sendiri.