-->

Kisah Katolik di Ende 1850-an hingga 1900-an

advertise here
Anak-Anak Sekolah di Ende pada 31 Agustus 1924
Anak-Anak Sekolah di Ende pada 31 Agustus 1924



Siapa saja yang menggunakan tangannya untuk menghentikan roda sejarah, jari-jemarinya akan hancur. - Lech Walesa. 

Pembaca yang budiman, telah banyak sudah yang ditulis dalam tiap lembaran halaman, maka kita saat ini hanya bisa membaca dan memahaminya sebagai suatu pengetahuan baru atas kejadian masa lalu.

Masa lalu penyebaran agama katolik di pulau Lembata, dan Larantuka telah di ceritakan banyak pada artikel-artikel sebelumnya di blog ini. Kali ini kita akan mengulas secara singkat mengenai perkembangan katolik di Ende. Suatu tempat yang menurut penulis perlu di ulas lebih jauh. 

Kisah itu dimulai dari era tahun 1850-an ketika Portugis mengakui kekalahan atas kompeni Belanda dan menyerahkan wilayah Flores. Penyerahan ke Belanda itu persis pada tahun 1859 dan setelah penyerahan ini telah meningkatlah perkembangan katolik di wilayah Ende. 
Tidak seperti sebelumnya Belanda memainkan politik adu domba sehingga menurunkan Raja Ende Pua Noteh. Namun keadaan berbalik, kali ini mereka menggunakan politik balas budi sehingga bagi misi katolik ini adalah peluang yang bagus. 

Ada data lain oleh Pater Looijmans beliau merupakan pastor di Satsi Lela sebelum tahun 1907 yang di kutip oleh Fransiskus Xaverius Sunaryo mengatakan bahwa di Ende belum ada orang katolik. Namun, jika kita melihat bahwa di saat itu Lela merupakan stasi, maka pastilah ada umat katolik. Akan tetapi data pendukung belum di temukan sehingga banyak peneliti yang menafsirkan belum ada umat di Lela. Selain itu apabila kita membaca lebih jauh maka akan sebenarnya adalah misi katolik yang didukung oleh Belanda itu belum menggarap Ende secara maksimal karena belum ada Kapel, dan rumah-rumah ibadat lainnya.

Menurut Murtadho (2015), setelah penyerahan wilayah Flores oleh Belanda pada tahun 1850-an dan beberapa periode kemudian sampai pada Pater Looijmans wilayah Ende saat itu di jabat oleh seorang Kontrolir. Kontrolir (bahasa Belanda: Controleur), adalah sebuah jabatan pemerintahan yang pernah ada di Indonesia pada zaman Hindia Belanda. Dalam penyelenggaraannya, dibentuk sebuah jabatan fungsional di antara pemerintahan Belanda dan pribumi yang hanya dapat dijabat oleh orang kulit putih, yang sifatnya nonstruktural dan berfungsi sebagai penghubung antara pemerintah Belanda dengan pemerintah pribumi. Jadi  kontrolir Belanda saat itu adalah Controleur Hens. Mulai dari sinilah Nyonya Hens istri Kontrolir itu meminta Mgr Noyen untuk menyinggahi Ende dalam suatu perjalanan misinya ke Timor. Sesampainya Mgr Noyen di Ende dia melihat Ende kini berubah begitu damai dan aman sehingga cocok untuk melaksanakan misi. Maka pada tanggal 28 April 1911 Pater Looijmans mengunjungi Ende dan melihat peluang  seperti yang dilihat Mgr Pater Noyen. 

Maka setelah kunjungannya pada 1911, pater Looijmans kembali ke Ende dan melaksanakan pelayanan dengan memberikan sakramen-sakramen dan mempermandikan anak-anak pada tahun 1912. Karena perkembangan iman umat begitu besar maka status Ende di naikan menjadi pusat misi Katolik di Pulau Flores pada tahun 1913. Jika di lihat lebih jauh kebelakang, maka wilayah Flores sebenarnya telah di jajaki oleh Ordo Jesuit pada tahun 1862.
Kembali lagi jika anda membaca artikel sebelumnya maka anda akan melihat perjalanan para misionaris Jesuit hingga Mgr Noyen yang di utus ke Timor dan langsung mempelajari bahsa Tetun. Dan kemudian perjalanan pergantian oleh Ordo Serikat Sabda Allah (SVD) yang mengambil alih Timor, Larantuka, dan Sika. 

Sehingga SVD berhasil mengKatolikkan hampir seluruh Pulau Flores. Pada rentang waktu 1913-1943, gerakan gereja di Flores berkembangan secara masif hingga pada tahun 1943 jumlah Umat Katolik di Flores sudah mencapai separuh lebih.

Mengutip dari Murtadho 2015, Kapten Tasuku Sato, seorang kapten Jepang yang dikirim ke Flores 1943, memberi kesaksian perkembangan Katolik di Flores yang luar biasa hanya dalam waktu 30 tahun (1913-1943) berhasil menasbihkan 400.000 orang masuk agama Katolik.
Perkembangan katolik di Ende ini dapat kita lihat relatif dominan di Ende hingga saat ini. Dari sumber yang sama mengatakan bahwa; Naiknya jumlah umat Katolik lebih banyak disebabkan adanya perpindahan agama penduduk dari keyakinan animisme ke Katolik. Peran gigih para pastor di lingkungan gereja mampu meyakinkan penganut animistik itu untuk lebih memilih Katolik daripada Islam. Hingga puncaknya Katolik menjadi agama mayoritas di pulau Flores. Pembangunan umat Katolik di Ende dan Flores melalui pendidikan, penerbitan buku seperti Nusa Indah di Ende patut menjadi cermin dalam memajukan umat beragama.

Banyaknya orang pintar dari Flores adalah produk dari pendidikan yang diselenggarakan Sekolah Katolik.

Sekian sejarah singkat perkembangan iman di Ende-Flores.