Pada tahun 1703 dibuatlah perjanjian penyerahan sebagian
wilayah kekuasaan Kerajaan Belenwato kepada Kompeni Korte. Penyerahan wilayah
ini merupakan yang pertama kali dilakukan oleh pihak kerajaan kepada orang
asing karena kalah perang. Wilayah itu adalah Nera dengan menteri perwakilan
kerajaan Belenwato adalah Bidar Koke dan Niwa dengan menteri perwakilannya
adalah Bale Roju. Kedua menteri itu pun di tarik kembali ke kerajaan setelah
peristiwa penyerahan itu, dengan diberikan jabatan baru yakni Bidar Koke diberikan
jabatan sebagai Menteri Urusan Umum dan
Bale Roju sebagai Menteri Urusan Pemerintahan, keduanya dibawa pimpinan
langsung Menteri Sekertaris Kerajaan.
Selang setahun kemudian tepatnya pada tahun 1704, diadakan
pemilihan raja baru, karena raja sebelumnya dianggap berkhianat terhadap rakyat
dengan membiarkan sebagian wilayah kerajaan jatuh ke tangan Kompeni Korte. Dari
sidang oleh para menteri bersama delegasi dari setiap wilayah dicapailah suatu
keputusan dengan mengangkat Riodes Berlikeh menjadi raja. Riodes Berlikeh
merupakan adik kandung dari raja sebelumnya yakni Anggalan Berlikeh. Keputusan
jatuh ke tangan adiknya karena Anggalan Berlikeh tidak mempunyai anak meski
sudah menikah dua kali.
Dalam masa kepemimpinan Riodes dia banyak melakukan
perlawanan kepada orang asing yang ingin merebut wilayah kerajaannya. Benar saja
dalam 6 tahun kemudian ia berhasil mengambil Niwa kembali dari tangan Kompeni
Korte tepatnya pada tanggal 12 Maret 1710. Perebutan wilayah ini merupakan
perang di daratan pertama kali yang dipimpin oleh Panglima Kamem Juro dengan
900 orang tentara kerajaan. Penyerangan dilakukan pada malam hari ketika semua
tentara Kompeni Korte sedang tertidur. Mereka berhasil menyandera setidaknya 109
orang tentara dan menjadikannya sebagai tahanan politik.
Dari sinilah Riodes sangat di kenali diseluruh wilayah
negara Korte dan menjadi bahan pembicaraan pada rapat senat pemerintahan di
Parlemen Korte. Sebab 109 tentara itu merupakan salah satu anggota tentara
terbaik Korte yang ditunjuk untuk menjaga wilayah Niwa. Dengan dikuasainya Niwa
maka Nera akan sangat cepat diambil mengingat akses ke Nera dijaga ketat dan
tidak ada jalan lain menuju Nera selain harus melewati Niwa. Oleh karena itu
tepatnya 14 Juni 1710 Niwa pun diambil kembali dari Korte dibawah pimpinan
Jenderal Konien Lota. Pencapaian besar ini merupakan kerja keras juga semua
tentara dan strategi kedua pembesar yakni Panglima Kamem Juro dan Jenderal
Konien Lota.
Presiden Korte; Don Sonan pun membuat perhitungan dengan
Riodes dengan mengirim 4 kapal perang yang dipersenjatai lengkap dengan terisi
masing-masing 60 orang tentara. Mereka berlayar dari Korte pada 28 Juli 1716
menuju ke wilayah Belenwato dan tiba di bagian Barat di suatu pulau tanpa
penghuni untuk mempersiapkan strategi dan memulihkan tenaga para tentara.
Diwilayah bagian Barat Kerajaan Belenwato itu dikenal dengan nama wilayah
Flaras itu sangat subur. Dari sini Laksamana pemimpin pasukan Gan va Lira
mempunyai pemikiran lain. Tentunya sebagai seorang tentara perang, seharusnya
berfikir bagaimana menyusun strategi untuk mengalahkan lawan namun ia berpikir
untuk membangun sutau markas di wilayah ini. Wilayah Flaras Barat ini merupakan
wilayah subur dan belum berpenghuni. Sehingga alangkah lebih baiknya menguasai
daerah ini sebab jaraknya dari perkampungan warga terluar dari kerajaan
Belenwato kira-kira 100 kilometer jauhnya.
Memang harus diakui bahwa untuk ke wilayah Flaras bagian
Barat ini tidak dapat ditembus oleh siapapun.
Kembali ke Laksamana Gan, setelah mendarat dan beristirahat
di pulau ini selama empat hari, ia memutuskan menuliskan surat kepada Presiden
Korte agar membuat suatu markas dan pusat latihan di wilayah ini agar supaya
dengan mudah menguasai satu per satu wilayah itu dan mengambil hasil buminya
ketimbang berperang dan mengalami kehilangan pasukan. Selain itu kita juga bisa
mendatangkan para budak kita dari Korte untuk bekerja dan mengambil keuntungan
yang banyak disini.
Surat itu pun disetujui oleh Don Sonan dan segeralah ia
mengirimkan para orang-orang pintar bagian Pertanian untuk meneliti sebelumnya
keadaan alam wilayah itu. Maka dengan sebuah kapal perang yang sebelumnya
dipakai oleh Laksaman untuk mengantarkan surat ke Presiden itu, mereka berlayar
dari pelabuhan Dimir di Korte menuju ke Floras bagian Barat yang kemudian
dibuatlah pelabuhan darurat oleh Laksamana dan menamakan wilayah pelabuhan itu
dengan nama Laguan Pajo.
Seorang pemimpin orang-orang pintar pertanian itu adalah
Vandit de Casto sebagai ketua tim dan 2 orang lagi sebagai anggota yakni Lare
da Cuna dan Burdo Mader. Mereka berhasil mendarat di Laguan Pajo pada tanggal
23 Februari 1717. Kemudian segeralah mereka melakukan observasi di daerah itu
dan kemudian membangun markas besar dan melakukan kegiatan pertanian dengan dibantu oleh para budaknya yang di bawah oleh mereka.
Lima tahun setelah itu, wilayah Floras Barat itu kemudian
oleh diberi nama Manggalira oleh Don Sonan sebagai suatu koloni mereka. Setelah
itu mereka mulai menyusun strategi untuk melakukan penguasaan ke wilayah timur,
sebab di wilayah kerajaan Belenwato banyak rempah-rempah yang sangat mahal
harganya jika dijual ke wilayah Eropa.
Wilayah kerajaan Belenwato sendiri berada disebelah timur
daratan Floras tepatnya di wilayah benua Asia.
Meskipun mereka berusaha melakukan penanaman rempah di wilayah
Manggalira ini namun tetap saja kondisi lingkungan tidak mendukung sehingga
hasil yang diberikan pun tidak maksimal. Selain itu, rasa rempah tidak sama
dengan yang ada di Belenwato. Maka dari itu, perebutan wilayah menjadi agenda
tetap selanjutnya. Dan Laksamana Lira ditarik kembali ke Korte dan kemudian
digantikan dengan Laksamana Xander merangkap sebagai Perdana Menteri Koloni
Asia.
Bagaimana dengan kepemimpinan Xander diwilayah Koloni?
Kita akan lanjutkan ke Episode berikutnya.
NB:
Cerita ini hanya Fiksi Belaka.
Penulis: Silverius Johanes