-->

Jesus Malabanan Tewas di Tembak Mati Saat Sedang Nonton TV

advertise here

 

Pembunuhan Wartawan di Filipina
Foto Istimewah


Negeri Paus - Peristiwa penembakan yang dilakukan oleh seorang pria yang tidak di ketahui identitasnya menyebabkan tewasnya seorang jurnalis yang tengah menonton TV di sebuah tokoh di Calbayog, provinsi Samar, Filipina. 

Kejadian penembakan yang dilakukan itu tergolong nekat, pasalnya lokasi kejadian berada di tengah Kota Filipina. Hal ini membuat ketakutan para jurnalis di Filipina.

Pria malang yang tewas itu bernama Jesus Malabanan. Dia merupakan koresponden provinsi yang berusia 58 tahun untuk surat kabar Manila-Filipina. 

Dia meninggal saat akan dibawa ke rumah sakit terdekat di daerah setempat. Peristiwa penembakan itu menurut beberapa saksi mata mengatakan bahwa pelaku merupakan dua orang pria yang mengendarai sepeda motor. 

 Jurnalis itu tewas dengan sekali tembakan tepat di bagian kepala. Pembunuhnya masih dalam pengejaran Polisi namun beberapa berpendapat bahwa pembunuhnya merupakan orang terlatih.

Kelompok pengawas media Filipina sangat mengutuk keras pembunuhan itu.

Selain itu, rekan-rekan Malabanan di Pampanga, sebuah provinsi di utara Manila di mana dia tinggal dan bekerja selama bertahun-tahun sebagai koresponden berita dan sebagai stringer untuk Reuters pun mengutuk aksi kejam itu.

Badan perlindungan media Filipina juga mengutuk keras aksi pembunuhan itu dan berjanji akan mengejar dan menangkap pelakunya. Namun menurut informasi yang beredar bahwa walaupun Badan perlindungan media Filipina itu telah berjanji, tetapi mereka meragukan badan itu. Pasalnya Badan perlindungan media itu di bentuk dan diawasi Oleh Duterte yang merupakan Presiden Filipina saat ini. 

Publik menilai walaupun mengutuk kejadian itu, Duterte dinilai pernah mendorong impunitas diantara Polisi yang telah menggunakan obat-obatan terlarang. 

Telah banyak jurnalis yang tewas terbunuh atau juga diserang di bawah kepemimpinan Duterte dan para pendahulunya.

Misalnya pada tahun 2009, anggota klan politik yang kuat dan rekan mereka menembak mati 58 orang, termasuk 32 pekerja jurnalistik. 

Sementara pembunuhan massal itu kemudian dikaitkan dengan persaingan pemilihan umum.

Pada pemilu itu diwarnai kekerasan yang terjadi di banyak daerah pedesaan, pembunuhan massal itu juga menunjukkan ancaman yang dihadapi oleh para jurnalis di Filipina. 

Banyaknya kepemilikan senjata tanpa izin dan tentara swasta yang dikendalikan oleh klan yang kuat dan penegakan hukum yang lemah di daerah pedesaan adalah salah satu masalah keamanan yang dihadapi wartawan di negara Asia Tenggara.

Tiga puluh dua dari mereka yang ditembak mati di kota Ampatuan Maguindanao adalah wartawan lokal dan pekerja media. Itu adalah serangan tunggal paling mematikan terhadap jurnalis dalam sejarah baru-baru ini, kata pengawas media.

Pengadilan Filipina memutuskan tersangka keluarga Ampatuan bersalah atas pembunuhan massal pada 2019 lalu. Namun masih banyak lagi tersangka yang belum di tahan sampai saat ini.

Kipan