-->

Tradisi Menarik Batu Kubur di Tanah Marapu (Sumba)

advertise here
Tradisi menarik batu kubur di Sumba
Tradisi menarik batu kubur di Sumba

Negeri Paus --- Tradisi unik yang masih dilakukan oleh orang-orang di Pulau Sumba adalah Tingu Watu Hodi.

Tingu Watu Hodi merupakan suatu tradisi masyarakat adat Sumba untuk menarik batu kubur.

Batu Kubur yang di tarik itu akan digunakan sebagai tempat untuk menyemayamkan orang yang meninggal.

Masyarakat adat setempat mempercayai bahwa Tingu Watu Hodi ini sebagai suatu tradisi dalam mempererat hubungan sosial sesama masyarakat, menjaga semangat kerja sama, dan mempererat hubungan dengan kekuatan yang tidak terlihat.

Tradisi yang syarat makna ini, terselip suatu pesan dalam status sosial pengguna batu kubur itu. 

Jadi jika batu kubur yang memiliki "Tanduk Batu Kubur" atau bahasa lokal "Kadu Watu"  berarti batu kubur ini  pemiliknya datang dari keluarga Bangsawan atau Raja.

Ada juga salah satu model batu kubur yang dipandang paling bergengsi adalah "Watu Pangu Ledu". Batu ini mempunyai model layaknya batu kubur bertingkat tampak sebagai rumah pelindung batu kubur bagian bawahnya. 

Batu kubur sendiri mempunyai jenis dan model khusus bagi penggunanya, karena status sosialnya.

Jenis batu kubur yang digunakan adalah batu kapur. Batu kapur ini menurut beberapa sumber mengatakan bahwa bisa diperoleh di Waemadaka, Kecamatan Wanukaka, Sumba Barat.

Selain itu batu kubur jenis batu kapur ini juga bisa diperoleh di Tirimbang, dan Tana Rara, Kabupaten Sumba Timur.

Pengangkutan sendiri pada zaman dahulu apa bila dipesan dari Tirimbang maka menggunakan bantuan perahu.

Untuk satu batu kubur sendiri dapat dibarter dengan Kerbau bahkan katanya sampai ratusan ekor. 

Tradisi menarik batu kubur di tanah Marapu ini memang sangat luar biasa menurut penulis.

Penulis sendiri karena bukan berasal dari Sumba sehingga agak sulit memahami bahasa daerah yang digunakan dalam persiapan sebelum melakukan kegiatan penarikan. Akan tetapi penulis mencoba untuk merunutkan satu per satu bahan-bahan itu dalam bahasa daerah setempat.

Biasanya bahan yang digunakan untuk menarik batu kubur itu adalah Tena, Tua Kaba; Katuku Tena; Rango, Kotera, dan Rame.

Tena; alat yang di atasnya akan diletakan batu berfungsi seperti perahu.

Tena Baumane (laki-laki); bagian gagang, tempat tumpuan dan arah Tena akan ditarik. 

Tena Bouwine (perempuan); bagian dasar dari Tena itu, tempat diletakan batu. 

Tua Kaba (Tuba); tali yang dipakai sebagai penarik batu dari Tena.

Kutuku Tena; baut yang mengikat cabang tena bagian bawah, tempat diletakkan batu.

Rango, Kotera dan Rame adalah potongan kayu bulat , kira-kira 20 cm diameternya, berfungsi seperti ban untuk tena.

Setiap kali batu ditarik maka, Tena dengan muatan batu itu seakan bergerak diatas kayu itu.

Dalam proses penarikan sendiri ada seorang pemandu menyanyikan syair demikian;

Pemandu: "Galo...........ooo..........ooo.........oo

Masyarakat: "We...e.....eeee......eeee.....e...e

Pemandu: " Wara yo..... yowege....

Masyarakat: " Yoooooooooooooo we.... eeeeeee

Saat Yoooooo Weeeee diucapkan, serentak para penarik menghentakan tali dan menarik batu kubur.

Juga ada mantra lain yang diucapkan oleh tetua adat untuk mengundang para leluhur untuk datang membantu pekerjaan berat itu. Dan juga tarian Tari Nego Lara diiringi gong gendang terus dimainkan untuk membakar semangat khalayak itu.

Pesan yang penulis dapat adalah pada dasarnya masyarakat Sumba memiliki pandangan bahwa seorang manusia tetap diberi martabat yang sama luhur saat masih hidup ataupun saat meninggal. Menguburkan manusia pada batu adalah satu bentuk penghargaan dan tempat yang layak terhadap manusia walaupun sudah meninggal.