-->

Di Tanah Lembata, Mereka Sering Melihat Kejadian Alam Yang Dasyat

advertise here

Kejadian Alam di Lembata Bukan Hal Baru Sebelumnya Misionaris Dominikan Pernah Menyaksikannya
Pantai Lamalera 1986

Sejarah Katholik Lembata (Para Martir)

Edittor: Silverius

Berbagai literatur tentang karya Misi oleh para biarawan biarawati di wilayah Flores selalu menuliskan tentang misi di tanah Solor, misi di tanah Timor, misi di tanah Flores, dan misi di tanah Solor dan Timor. Sedangkan untuk misi Lembata atau Lomblen itu tidak ada. Namun untuk wilayah Lomblen sendiri dalam karya misi masih menggunakan nama Kepulauan Solor atau Solor Archipel. Menurut catatan Pater Alex pulau-pulau Solor atau de Solor eilanden yakni pulau Solor, Adonara dan Lomblen. 

Dahulu di Lembata, secara pemerintahan memiliki seorang pembantu Bupati Flores Timur untuk Lembata yang berkedudukan di Ibu Kota Kabupaten sekarang yaitu Lewoleba. Namun untuk saat ini secara administratif, pulau Lembata telah mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Pembentukan Lembata sebagai kabupaten definitif, berdasarkan Undan Undang RI Nomor 52 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Lembata. Tepatnya, Lembata menjadi sebuah Kabupaten pada tanggal 12 Oktober 1999.

Karya misi di Nusa Tenggara Timur, khususnya "misi Solor" di Kepualauan Solor atau Solor Archipel dimulai sejak zaman Portugis yang menyebut karya pater-pater Dominikan. Pater Dominikan ini mendirikan misi pertama kali sekitar pertengahan abad ke - 16 di pulau Solor. 

Jadi, menurut catatan sejarah pulau Solor yang pertama kali menerima agama Katholik ketika Portugis datang pada tahun 1556 di Kampung Lohayong, kira-kira terletak di pantai utara pulau Solor.

Lohayong merupakan tempat strategis untuk penambatan kapal dagang kayu cendana yang mengangkut dagangan antara Timor dan Tiongkok. Sehingga 5 tahun kemudian tepatnya pada tahun 1561, Pater Antonio da Cruz, Pater Simao das Chagas, dan Bruder Alexio menetap di Solor. Peristiwa lainnya dapat kita ketahui adalah pada tahun 1566, dimana ada pembangunan benteng di Lohayong kemudian pada tahun 1613 jatuh ke tangan Kompeni Belanda.

Namun karya besar misi oleh para biarawan, sebelum kita bercerita mengenai karya misi kepulauan Solor itu dapat kita ketahui melalui karya Pater Antonio Taveira OP yang mempermandikan 5000 orang di Timor pada tahun 1556.  Namun karena dokumen-dokumen gereja itu telah tiada, maka tidak jelaslah kelanjutan dari permandian yang dilakukan oleh Pater Antonio tersebut.

Dalam catatan lain, tidak juga disebutkan dengan jelas hanya di sebutkan salah satu pulau di dekat pulau Solor, namun diduga kuat bahwa itu adalah pulau Flores, telah dipermandikan 200 orang oleh seorang saudagar.

Terlepas dari pulau Flores dan Timor, ada juga Pulau lainnya yaitu Rote dan Sabu yang merupakan karya misi seorang imam Yesuit. Namun imam ini harus angkat kaki karena kedatangan misionaris Dominikan.

Sampai disini Pulau Lembata tidak pernah disebutkan dalam dokumen apapun, sehingga apa yang terjadi sepanjang tahun yang panjang itu kita tidak tau.

Pater Alex dalam bukunya seratus tahun gereja katholik Lembata menjelaskan bahwa tidaklah mungkin para misionaris melewatkan Lembata begitu saja. Ketika melihat cara misionaris bekerja yang melintasi Pulau Lembata ketika hendak ke Rote, Sabu, Flores, Adonara, Solor, dan Timor.

Pater Luiz d'Andrada penah mengirim 7 misionaris pada tahun 1627 untuk sabu dan Lamalera, akan tetapi sekali lagi tidak ada dokumen mengenai hal ini, tentang apa yang mereka kerjakan.

Pater Bernadus Bode SVD (1920)
Pater Bernadus Bode SVD (1920)

Pater Bernadus Bode SVD (1920), yang kemudian menjadi pastor pertama di Pulau Lembata pernah menuliskan bahwa; pater Dominikan tidak pernah menjalankan misi di Pulau Lembata karen takut akan cerita kanibalisme. Selain itu lebih jauh pater Bernadus Bode SVD menjelaskan bahwa "di tanah Lembata, mereka sering melihat kejadian alam yang dasyat ditepi pulau Lembata juga letusan gunung berapi." Mereka sering melihat lukisan letusan gunung berapi di antara Solor dan Adonara ketika Laksamana Schouten dengan armadanya berlayar diantara pulau-pulai di Lembata pernah di lukiskan dalam bentuk lukisan.

Karya misi di Lembata telah di Materai dengan darah para martir yang menerima penyiksaan dan pembunuhan kemartiran demi tegaknya iman akan Yesus Kristus.

Ada salah satu dokumen yakni dokumen Acta Martyrum dari Misi Solor  dari tahun 1629 yang tersimpan di arsip Kongregasi Propaganda Fide di Roma yang menyebutkan nama Lamalera dan Lomblem. Dokumen itu oleh Pater Kleintjes SY diterjemahkanlah dokumen itu dalam bahasa Belanda, dan kini dapat dibaca dalam karangan Pater Yosep Ettel SVD. Karangan itu diberi judul "Blutzeugen aus der Solor-Mission von 1552-1621". Isi karangan tersebut sama halnya dengan catatan Dr. R.H. Barnes yang berjudul "A wahling village in eastern Indonesia" hanya terdapat perbedaan yakni dalam Acta Martyrium disebut dua Imam.

--->  Menurut buku Pater Alex SVD, ada  martir yang bernama Pater Agustinho da Magdalena OP. Dia berasal dari Savoye.  Pater Agustinho da Magdalena OP sangat dibenci oleh orang-orang Katholik yang telah murtad menjadi Islam di daerah sekitar Solor. Sehingga dalam pelayanan Pater Agustinho da Magdalena OP,  telah diincar oleh mereka yang murtad itu. 

Diceritakan bahwa pada suatu waktu Pater Agustinho da Magdalena OP bepergian ke suatu daerah yang mana ia harus menyebrangi selat. Sehingga Pater Agustinho da Magdalena OP menaiki sebuah perahu kecil. 

Akan tetapi orang-orang murtad itu terus mengintai Pater Agustinho da Magdalena OP kemudian mengejar dan menangkap dan membawahnya kedaratan tempat mereka menambatkan perahu. 

Mereka menggunakan tali, mengikat Pater Agustinho da Magdalena OP di tanah setelah itu mereka menarik sebuah perahu diatas tubuhnya berulang-ulang kali sampai tubuh Pater Agustinho da Magdalena OP terkoyak.

--->  Dari sumber yang sama, adapun martir lain yakni seorang Pater kelahiran Malaka bernama Pater Joao Baotista da Fortolezza OP yang menjadi pastor di Paga dan Pater Simao da Madre de Deos dari Cochin, yang merupakan pastor di Sikka.

Menurut Acta Martyrum, Pater Joao Baotista da Fortolezza OP dan Pater Simao da Madre de Deos dari Cochin melakukan perjalanke Pulau Ende dengan menggunakan kora-kora bersama beberapa pembantu untuk memberikan pertolongan kepada konfrater mereka Pater Gaspar de Espiritu Santo. 

Namun ketika itu cuaca buruk menghantam perjalanan mereka dan memaksa mereka menepi sehingga terdampar di suatu pulau. Dalam catatan Acta ini menuliskan bahwa "penduduk pulau itu bersikap ramah terhadap kami dan bersedia menerima iman katholik". 

Nama pulau itu adalah Lomblen dan tempat terdampar itu adalah Lamalera. Ketika mendengar bahwa kedua pater ini ada di Lamalera, maka dengan segera orang yang murtad di Lamakera dan ikut juga orang-orang Kafir membawa dengan segalah kekuatan bala tentaranya dengan perahu-perahu mereka ke Lamalera. Sampai di Lamalera, mereka menuntut orang Lamalera menyerahkan kedua Pater itu dengan memberikan janji-janji. 

Namun, orang Lamalera tidak mau menyerahkan kedua pater itu. Ketika orang Lamakera mendengar bahwa raja Lamalera sedang berlayar bebepergian dengan tiga buah perahu untuk berbelanja, mereka akhirnya memutuskan untuk menunggu untuk menyerang kemudian menangkap Raja Lamalera. 

Dalam kejadian itu setidaknya mereka menyandra 90 orang.  Seluruh penduduk Lamalera datang berkumpul untuk menyaksikan orang-orang yang disandra itu. 

Ketika melihat kesedihan oleh ibu-ibu dan anak-anak karena suami mereka disandra, maka mereka pun memutuskan untuk menyerahkan kedua Imam itu. Lalu dengan berlinang air mata kedua pater itu berdoa dan mendengarkan pengakuan masing-masing. 

Keduanya saling menguatkan dan meneguhkan hati akan karya Tuhan yang Maha Kuasa. Keduanya turun dari tempat penginapan dan duduk diatas dua buah batu di tengah lapangan desa. 

Datanglah orang Murtad itu lalu mengikat tangan mereka di punggung. Setelah waktu malam, mereka mengantar kedua pater itu ke pantai. Sekali lagi, mereka saling menghibur satu dengan yang lain, menyerahkan diri kepada Kristus Yesus, kepada Santa Perawan Maria. 

Senin 18 Januari, penduduk Lamalera menyerahkan kedua imam itu dengan menggantikannya dengan sandera itu. 

Setelah mendapatkan kedua imam itu, mereka melucuti pakaian kedua imam itu dan membuka tali pengikat mereka. Setelah itu kedua pater itu diberikan kedua dayung dan mereka bertolak ke Lamakera. 

Setelah dua hari di Lamakera, mereka membawa kedunya ke pantai Lamakera, dan memukul kedalam kepala kedua pater itu dengan paku serta memotong tangan dan kepala mereka. 

Tubuh kedua imam itu dipotong-potong dan kemudian diarak keliling kampung mereka dan kampung tetangga sambil bersorak dan mengadakan musik.  Dalam buku Sejarah Gereja Katolik Indonesia (Kawali Jakarta, Ende-Flores 1974, jilid I hal. 386), cerita mengenai kedua pater ini sama. 

Namun di ceritakan, bahwa kedua imam ini hendak ke Larantuka untuk menghadap kepada pembesar mereka, namun karena topan maka mereka terdampar di Lamalera. 

Ada juga literatur lain mengatakan bahwa peristiwa pembunuhan itu disaksikan oleh dua orang, masing-masing bernama Thomas Dayman, pengawal benteng Solor dan Yan d'Ornay. Thomas Dayman pada akhirnya menjadi katholik karena mengikuti Portugis, sedangkan d'Ornay karena jasanya maka keturunannya menduduki peran penting dalam sejarah Larantuka.

Siapakah martir-martir lainnya?

Dalam karangan Pater Yos Ettel SVD memberikan keterangan bahwa pada tahun 1552 sampai 1621 ada banyak misionaris ordo santo Dominikus yang dibunuh di Solor. Berikut daftarnya dikutip dari catatannya:

  1. Tahun 1565 P. Antonio Pestana dibunuh oleh prampok-perampok Jawa di Pelabuhan Solor - Lamakera
  2. Tahun 1581, P. Simao das Montanhas dibunuh oleh orang-orang Islam di Adonara-Lamahala
  3. Tahun 1598 P. Francisco Calassa, kala bertugas di Lewonama-Larantuka dibunuh oleh orang-orang di parokinya
  4. Tahun 1598 P. Joao Travasso dibunuh di Palue oleh para pemberontak yang dipimpin oleh Don Djogo
  5. Tahun 1598 Br. Melkhior, Penjaga pintu biara dalam benteng Solor
  6. Tahun 1601 P. Alvara, Ketika sedang melakukan pelayaran dari Paga ke Jopu, ia diserang oleh perampok-perampok (Ende) dan di buang ke laut. Ada juga yang mengatakan bahwa pater dibunuh oleh orang kristiani yang murtad di Paga.
  7. Tahu 1618 sampai 1621 P. Augustinho da Magdalena, pastor di Mulivato-Larantuka. P. Joao Baotista, pastor di Paga, P. Simao da Madre de Deos Pastor di Sikka; ketiganya dibunuh di Lamakera.
  8. Tahun 1601/1602 P. Jeronimo Mascarenhas, Pastor di Lena, di Pantai selatan Flores Tengah, dibunuh oleh pengawal panglima ekspedisi sultan Makasar. 
Juga di kabarkan bahwa pada tahun 1598 ada dua orang anak yang berumur 14 dan 15 tahun di Solor, dibunuh karen tidak mau murtad. Dan pada tahun 1614 di pulau ende ada tiga orang laki-laki dibunuh. 

Sekian kisah singkat perjalanan misionaris di Lembata.

NB: Pustaka: 

Pater Alex Beding SVD. 1986. Seratus Tahun Gereja Katolik Lembata. Larantuka.

Pater Hoeberechts SY dan Pater Bern. Bode SVD. Catatan Buku Harian Lamalera.