-->

Sejarah Perkembangan Pers di Indonesia

advertise here

Perkembangan Pers di Indonesia

Edittor: Silverius


Jika kita menelaah dari etimologi kata, istilah "pers" dalam bahasa Inggris (press) dapat diartikan "menekan".
Ada cerita unik dibalik kata "menekan" yaitu dimulai dari Cina dan Kore dimana ada bangunan percetakan sederhana yang diperkirakan telah ada tahun 175 masehi.
Kemudian perkembangannya juga dimulai oleh Johannes Gutenberg dari kota Mainz, Jerman pada tahun 1440 yang membikin sebuah cara, dimana mengecor potongan huruf di atas campuran logam yang terbuat dari timah. Potongan inilah yang kemudian ditekankan ke atas halaman berteks untuk percetakan. 

Karya Gutenberg ini kemudian berkembang dan bertahan lama di Benua Eropa.
Saat ini pers telah mengalami perluasan makna dan bukan hanya untuk media cetak namun juga terhadap radio, televisi, film, dan saat ini banyak digunakan yaitu Internet.

Istimewa
Perkembangan pers di Indonesia sendiri juga mengalami perluasan makna bukan hanya di Amerika tahun 1947. Oleh karena itu ada Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 memberikan batasan agar tidak terjadi salah tafsir. Pasal 1, Poin 1, UU No. 40 Tahun 1999 mengenai pers:

"Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia."

Dari sini kita dapat ketahui bahwa kegiatan pers adalah bagaimana memberikan informasi kepada masyarakat sebagai upaya pemenuhan kebutuhan akan informasi.
 
Bagaimana Perkembangan Pers di Indonesia?

Menurut beberapa sumber mengatakan bahwa pers di Indonesia terbagi atas tiga golongan yaitu pers Kolonial, pers Cina, dan pers Nasional. 

Sedangkan pers Cina adalah pers yang dibuat oleh orang keturunan Tionghoa yang ada di Indonesia. 

Selanjutnya pers Nasional adalah pers yang diusahakan oleh orang-orang Indonesia terutama orang-orang pergerakan dan diperuntukan bagi orang Indonesia.

Pers Era Kolonial


Pers Kolonial adalah pers yang diusahakan oleh orang Belanda pada masa Kolonial atau penjajahan di Indonesia. Perkembangan pers Kolonial dimulai sejak masa pemerintahan Gustaaf Willem Baron van Imhoff (8 Agustus 1705 – 1 November 1750) yang merupakan Gubernur-Jenderal Hindia Belanda yang ke 27. 

Diamana terbit surat kabar pertama "Bataviasche Nouvelles en Politique Raisonnemente" atau sering disingkat sebagai Bataviasche Nouvelle.

Koran berbahasa Belanda ini pertama kali terbit pada 7 Agustus 1744 di Batavia dimana koran ini terbit sekitar 136 tahun setelah terbitnya Avisa Relation oder Zeitung.

Pada saat itu De Heeren Zeventien, para direktur Vereenigde Oost Compagnie (VOC) atau Perserikatan Dagang Hindia Timur yang berjumlah 17 orang di Nederland, tidak menyukai surat kabar ini. Alsan mereka karena dianggap merugikan dan membahayakan. Isi surat kabar mingguan ini terutama peraturan-peraturan penting serta berita kapal, pengangkatan dan pemberhentian pejabat VOC, di samping laporan kejadian di Pulau Jawa, Sumatera, Srilanka, Tanjung Harapan di ujung Benua Afrika, dan negeri-negeri lain tempat VOC melakukan usaha dagangnya. Maka pada tanggal 20 Juni 1746, izin terbit dicabut lagi oleh Imhorf. Sehingga dalam kurun waktu tahun 1744-1854 surat kabar yang beredar cenderung didominasi oleh surat kabar dari Eropa dalam Bahasa Belanda.

Pers Era Perjuangan


Pda era perjuangan untuk melawan Kolonialisme di Indonesia menurut beberapa catatan ahli surat kabar yang pertama kali terbit adalah Soenda Berita, yang didirikan oleh Raden Mas Tirtoadisuryo wartawan muda saat itu berumur 21 tahun pada tahun 1903. Berselang 4 tahun kemudian Tirtoadisuryo mendirikan surat kabar Medan Prijaji yang sangat berpengaruh saat itu. 

Menyadari akan hal itu pemerintah kolonial berusaha untuk membatasi kebebasan pers dengan dicantumkannya pasal-pasal pidana dalam Wetboek van Straftrecht tahun 1918. Pada zaman itu pasal tersebut diberi nama "Haatzai Artikelen". 
Setelah itu, gubernur jenderal melarang diterbitkannya segalah macam bentuk tulisan dalam surat kabar yang dinilai mengganggu ketertiban. Tentunya kewenangan ini didasarkan pada peraturan Persbreidel Ordonnantie.

Pers Cina

Surat kabar cina adalah surat kabar yang diusahakan oleh orang-orang cina Tionghoa di Indonesia dimana ada beberapa surat kabar cina seperti Sumatera Bin Po, New China Times (Medan); Sin Po, Keng Po (Jayakarta/Jakarta); Sin Min (Surabaya). Menurut beberapa pendapat bahwa Surat Kabar Cina cenderung pro-Belanda.
Hingga perkembangan surat kabar di Indonesia akhir tahun 1948 sebanyak 124 surat kabar dengan tiras sebanyak 405.000 eksemplar.
Kemudian pada tahun 1950-an pers kembali berkembang karena dijamin oleh Undang-Undang sementara 1950 yang memberi jaminan kebebasan pers.

Era Reformasi sampai Sekarang

Pada masa pemerintahan B.J. Habibie, pers diberikan kebebasan sesuai dengan fungsinya menurut Undang Undang. Saat Mentri penerangan Junus Josfiah, beliau segera merevisi ketentuan perizinan (SIUPP) dan mencabut ketentuan wadah tunggal organisasi wartawan. Dari sinilah muncul berbagai media pers. Bukan hanya itu saat ketika Aburrahman Wahid (Gus Dur), membubarkan lembaga pemerintah yang menjadi momok menakutkan bagi pers yaitu departemen penerangan.

Namun saat ini perkembangan pers yang begitu pesat justru tidak dibarengi dengan tanggungjawab yang besar pula, pasalnya ada banyak media yang menyajikan karya jurnalistik murahan, yang dipenuhi oleh pengungkapan-pengungkapan emosional, berita bertaburan gosip, kekerasan, bahkan erotis. Oleh karena itu disepakati melalui Dewan Pers disepakatinya KEWI (kode etik wartawan Indonesia) pada 6 agustus 1999. Dan pada tanggal 14 Maret 2006 berhasil disepakati Kode Etik Jurnalistik sebagai ganti KEWI.


Kesiumpulan 

Era perkembangan pers secara garis besar telah dimulai sejak lama, yakni sejak era kolonial, era perjuangan, dan era reformasi hingga sekarang. Sekian. Semoga Bermanfaat. *(/Cah)
 
close