-->

Keanekaragaman Hayati (Biodiversity) yang Terancam

advertise here

Keanekaragaman Hayati

Artikel Oleh: Yohanes K. Silverius

Banyak ahli mendefinisikan keanekaragaman hayati sebagai keanekaragaman gen, spesies, dan ekosistem makhluk hidup disuatu daerah atau wilayah. Istilah Keanekaragaman hayati sering dipakai oleh pegiat konservasi keanekaragaman hayati untuk menunjukan keberagaman jenis dan tingkat kepunahan makhluk hidup.


Keanekaragaman Hayati Yang Terancam




Wilayah Indonesia terkenal sebagai salah satu negara megabiodiversity dunia. Bukan hanya sebutan namun didukung oleh keadaan alam dengan iklim tropis yang menjadi habitat bagi berbagai flora dan fauna yang menjadikannya sebagai salah satu pusat keanekaragaman hayati. Indoneisa mempunyai keanekaragaman hayati yang sangat tinggi sehingga dapat memberikan efek baik pada perubahan iklim dunia. Keanekaragaman hayati meningkatkan stabilitas fungsi ekosistem melalui waktu. Hilangnya keanekaragaman hayati mengurangi efisiensi pada komunitas ekologis yang menangkap sumber daya biologis penting, menghasilkan biomassa, menguraikan dan mendaur ulang nutrisi penting biologis.

Beberapa waktu lalu dalam acara virtual tertanggal 28 april 2021, Pemerintah Amerika Serikat dan Pemerintah Indonesia berbangga atas pencapaian bersama dalam mengatasi perubahan iklim dan pelestarian keanekaragaman hayati. Pencapaian besar ini tertuang dalam salah satu agenda program Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat Build Indonesia to Take Care of Nature for Sustainability (USAID BIJAK). Badan yang dibentuk ini terus berupaya serius untuk menurunkan emisi gas rumah kaca dan melindungi satwa liar.

Melalui USAID BIJAK Pemerintah Indonesia berupaya terus untuk mencapai tujuan pelestarian keanekaragaman hayati dengan mengatasi sengketa lahan seluas 1,8 juta hektar di kawasan konservasi dan melindungi 43 juta hektar habitat dengan stok karbon dan nilai konservasi yang tinggi.

USAID BIJAK dan bekerja sama dengan KLHK untuk menurunkan permintaan konsumen terhadap burung kicau yang ditangkap dari alam liar. Mengembangkan rencana aksi yang akan melindungi dan mencegah perdagangan ilegal rangkong gading dan trenggiling yang terancam punah. Program-program ini sangat berkontribusi terhadap upaya Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan juga Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk melindungi populasi ikan hiu Indonesia dengan menetapkan kuota ikan hiu yang diperdagangkan secara legal.

Selain di Indonesia, hutan di Amerika Latin dan Karibia juga termasuk dalam kunci  kelestarian lingkungan dan ketahanan pangan. Seperti dilaporkan Xinhua, Selasa (14/9/2021), pernyataan itu disampaikan Julio Berdegue, perwakilan regional dari Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO). Hutan menyediakan jasa ekosistem yang penting untuk pertanian, seperti mengatur aliran sungai, melindungi tanah, dan mengisi kembali air tanah. Perubahan Iklim menyadarkan kita akan pentingnya keanekaragaman hayati yang kian mendekati kehancuran.

Berdasarkan yang disajikan FAO, Amerika Selatan telah kehilangan 2,6 juta hektar hutan setiap tahun mulai dari 2010 hingga 2020, yang menempati peringkat tertinggi kedua di dunia, setelah Afrika.

Namun isu lingkungan masih belum mdilihat sebagai hal utama bagi pemerintahan suatu negara, terlebih untuk membentuk tata kelola secara global, termasuk Amerika Serikat yang menolak kesepakatan yang dihasilkan pada Konferensi Rio+20.

Salah satu bentuk diplomasi yang dilakukan Greenpeace adalah agar supaya pemerintah dan masyarakat di Amerika serius untuk melihat hal ini. Poin diplomasi yakni berdiplomasi bersama masyarakat untuk dapat menarik perhatian Amerika Serikat. Tujuannya agar lebih peduli terhadap isu perlindungan terhadap keanekaragaman hayati di laut lepas. Berikut Greenpeace melakukan diplomasi melalui John Kerry sebagai menteri luar negeri Amerika Serikat dengan memanfaatkan narasi latar belakang John Kerry sebagai aktivis lingkungan.

Mempertahankan berbagai proses ekosistem di berbagai tempat dan waktu membutuhkan tingkat keanekaragaman hayati yang lebih tinggi dibandingkan proses tunggal di satu tempat dan waktu.

Penggunaan dan pemanfaatan jenis teknologi, baik dalam teknik dan alat yang digunakan untuk pemanfaatan keanekaragaman hayati dapat menimbulkan kerusakan serius pada ekosistem. Dapat kita ketahui kerusakan yang timbul akibat penggunaan dan pemanfaatan jenis teknologi yang merusak keanekaragaman hayati:

Bidang Perikanan dan Kelautan

Penggunaan alat pengumpul ikan seperti bahan peledak, pukat harimau dan beberapa bahan racun dari bahan alami diketahui merusak habitat sumber daya hayati pesisir. Sebagai ilustrasi, pukat udang dengan lebar

20 meter mampu menggerus dasar laut seluas 1 km2 dalam waktu 1 jam. Tingkat kerusakan yang ditimbulkan akibat kegiatan ini melebihi tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh gelombang laut. Sumber pencemaran yang terjadi hampir setiap saat di laut adalah tumpahan minyak dari kapal, dan kegiatan industri. Sedangkan diperairan tawar, sumber pencemar kebanyakan dari limbah kegiatan industri dan rumah tangga.

Bidang Pertanian

Dalam bidang pertanian pemanfaatan teknologi pertanian yang intensif seperti revolusi hijau (untuk padi) dan revolusi biru (untuk pertambakan udang) telah mengubah cara budidaya polikultur yang kaya spesies dan kultivar dengan budidaya monokultur. Pola Monokultur yaitu mengembangkan beberapa spesies budidaya dengan satu cara dengan mempertimbangkan aspek nilai dari satu sisi saja. Pola monokultur ini mengarah pada ketidakseimbangan yang dapat mengakibatkan keterancaman spesies serta erosi keanekaragaman genetik.

Paradigma Pembangunan

Paradigma pembangunan pemerintah selama era 1970-an hingga 1990-an tidak mempertimbangkan kepentingan pengelolaan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan. Pemerintah pada saat itu memandang keanekaragaman hayati sebagai sumber daya yang berharga untuk dilikuidasi dalam rangka perolehan devisa, percepatan pertumbuhan ekonomi serta diversifikasi basis perekonomian (Dauvergne dalam Sunderlin dan Resosudarmo, 1997). 

Dapat dikatakan bahwa pemanfaatan keanekaragaman hayati dilakukan dengan prinsip keruk habis, jual murah dan jual mentah. Oleh sebab itu, kerusakan dan kepunahan keanekaragaman hayati meningkat seiring dengan melajunya pertumbuhan ekonomi. Pemanfaatan dan pengelolaan kawasan hutan yang lestari dan berkelanjutan memerlukan tata kelola (good governance) yang baik. Tata kelola yang baik dicirikan oleh pemerintah yang bersih, bertanggung gugat, representatif dan demokratis. 

Keanekaragaman Hayati yang Terancam

Hutan Mangrove

Ekosistem mangrove diseluruh dunia pata tahun 1997 meliputi areal seluas 20 juta hektar, sedangkan pada tahun ini Kementrian KLHK berencana akan merehap hutan mangrove seluas 2.400 hektar. Indonesia mempunyai total hutan mangrove seluas 3,3 juta hektare dan dapat dirincikan seperti kondisi baik seluas 2,6 juta hektare (81%) dan dalam kondisi kritis seluas 637 ribu hektare (19%). Kondisi ekosistem mangrove yang kritis berada di dalam kawasan hutan seluas 460 ribu hektare (72,18%) dan 177 ribu hektare berada di luar kawasan hutan (27,82%). Hutan mangrove di luar kawasan hutan inilah yang menjadi fokus KKP untuk direhabilitasi. Mangrove tumbuh di wilayah dengan kondisi kelembaban tinggi sampai wilayah arid, diatas beragam tipe tanah dari tanah liat sampai gambut, pasir, atau kepingan terumbu karang yang hancur. Mangrove merupakan jenis tumbuhan utama yang melindungi daerah pasang surut sepanjang wilayah pantai tropis dan subtropis. Tidak mengherankan jika ekosistem mangrove memiliki variasi yang sangat ekstrim dalam hal komposisi tumbuhan, struktur hutan, dan tingkat pertumbuhannya.

Terumbu Karang

Karang merupakan binatang yang sangat kecil, dikenal sebagai polyp. Setiap karang menghasilkan substrat kapur disekitar tubuhnya untuk membentuk rangka dimana polyp-polyp dapat menempel dan kemudian membentuk koloni di atasnya, dengan cara berkembang biak membelah diri untuk membentuk terumbu karang. Menurut Suharsono dan Purnomohari tahun 2001, terumbu karang Indonesia merupakan salah satu yang terkaya dalam keanekaragamannya di dunia. Tercatat lebih dari 480 jenis hard coral ditemukan di wilayah Timur Indonesia dan merupakan 60% hard coral didunia ada di Indonesia.

Padang Lamun

Padang lamun dikelompokkan dalam tumbuhan berbunga yang hidup dibawah permukaan air laut. Habitatnya terdapat di perairan dangkal wilayah pantai yang membedakannya dengan padang rumput di daratan. Ekosistem padang lamun dikenal memiliki fungsi sebagai tempat pembesaran dan sumber pakan serta nutrisi bagi spesies penting hewan-hewan laut. Peran padang lamun tidak terlalu dominan dibanding terumbu karang dan mangrove, akan tetapi padang lamun mewakili salah satu dari tiga unsur penting ekologi lingkungan laut dan pesisir. Padang lamun berperan secara fisik maupun biologis sehingga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kesatuan wilayah ekologi dan keutuhan pantai. Areal padang lamun berperan sebagai penghubung dan penyangga diantara mangrove dan terumbu karang. Hubungan ketiganya membentuk ekosistem pantai tropis yang sangat tinggi tingkat keanekaragaman hayatinya.

Oleh karena itu perlu dilakukannya pemantauan berkala terhadap titik-titik sentral yang merupakan wilayah rawan penggerusan ekosistem laut, dan pemantauan berkala bagi penggunaan pestisida oleh petani. Selain itu pembuangan limbah rumah tangga harus tetap dilakukan secara bijak. 

Semoga Bermanfaat.