-->

Dampak Menurunya Kuantitas dan Kualitas Air Bersih

advertise here

Dampak Menurunya Kuantitas dan Kualitas Air Bersih

Editor : Silverius

Saat ini ketersediaan air bersih untuk di konsumsi tanpa disadari mulai terbatas. Praktek penggunaan air bersih oleh masyarakat saat ini sangat berlebihan atau dengan kata lain pemborosan penggunaan air bersih.

Praktik semacam ini tidak mencerminkan suatu sistem penggunaan air bersih yang berkelanjutan yang berakibat pada penurunan kualitas air bersih. Kekurangan air bersih dan penurunan kualitas air bersih saat ini dirasakan hampir di seluruh dunia. 

Dampak Menurunya kualitas air bersih bagi kesehatan masyarakat
Istimewa

Meskipun secara ilmiah air akan terus mengalami siklus dan tidak akan pernah habis, namun pandangan ilmiah ini harus didasari dengan wujud air yang tersedia apakah bisa untuk dikonsumsi atau dalam wujud yang tidak bisa di konsumsi. 

Oleh karena itu pemerintah harus mengatur dengan suatu regulasi dalam pengelolaan penggunaan air bersih untuk keberlangsungan hidup warganya. Menurt Cortes dkk (2015) bahwa banyak negara telah menghadapi situasi serius akan air bersih, dimana terjadi kekurangan air yang cukup signifikan dalam memenuhi kebutuhan penting warga bangsanya dan banyak negara lain dengan air yang cukup tidak memiliki air minum yang cukup. 

Apabila pada praktiknya suatu negara tau daerah yang tidak menjamin kebutuhan dasar warga seperti memberikan akses terhadap air minum yang cukup ataupun membiarkan warganya menderita kekurangan air hal ini dapat dikatakan sebagai suatu pelanggaran Hak Asasi Manusia. Karena problem mengenai air bersih untuk konsumsi ini dapat merusak kebutuhan dasar lainnya. 

Saat ini volume air yang disalurkan di Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2017-2018 kepada pelanggan non niaga sebesar 44.763 meter kubik, niaga dan industri sebesar 3761 meter kubik, untuk sosial sebesar 1456 meter kubik, dan kepada pelanggan khusus adalah sebesar 578 meter kubik. 

Dari data ini kita melihat betapa besarnya volume air yang disalurkan pada pelanggan non niaga, baik itu non niaga rumah tangga, maupun non niaga intansi pemerintah. Konsumsi air ini terus meningkat sepanjang dua tahun terakhir dimana tidak dibarengi dengan pelestarian alam. 

Ditengah kondisi demikian banyak proyek-proyek yang berhasil melakukan penggundulan hutan dan pengrusakan suaka hewan lair. Hal ini berpengaruh pada kualitas dan kauntitas air bersih. Selain itu jumlah air yang disalurkan menurut kabupaten/kota pun mengalami peningkatan, seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan aktivitas pertanian. 

Wilayah Nusa Tenggara Timur misalnya jumlah pasokan air yang disalurkan pada tahun 2015 sebesar 7.123.133,00 meter kubik mengalami peningkatan yang signifikan pada tahun 2020 yaitu sebesar 34.586.283 meter kubik. Meskipun ada kecukupan air yang kita lihat, ada distribusi spasial air yang non-isonomis di dalam wilayah tersebut. 

Distribusi spasial yang tidak merata berkontribusi pada krisis pasokan air minum di beberapa wilayah kota, terutama di daerah perkampungan masih saja mengalami kelangkaan air bersih. Kabupaten Lembata memiliki jumlah sumur air tawar yang cukup baik dan banyak di hampir semua desa. Juga pemerinta daerah juga mengupayakan akan pemenuhan kebutuhan air bersih bagi masyarakat, namun tetap saja ada distribusi yang tidak merata di desa-desa tertentu. 

Sementara itu pasca terjadi letusan gunung Ile Ape, sumur-sumur warga telah tercemar dengan material gunung berapi. Pemerintah sampai saat ini belum melakukan pengecekan dan penanggulangan masalah ini. Seharusnya pemerintahan paling bawah misalnya pada level desa harus memberitahukan kepada kepala daerahnya agar dapat dicarikan solusi dalam penanggulangan hal ini. 

Selain itu pasca badai seroja beberapa sumur warga yang terendam lumpur pun belum di bersihkan. Sejauh pengamatan menunjukan bahwa pemerintah fokus kepada proyek pembenahan jalan dan mengabaikan salah satu masalah penting ini yakni kebutuhan akan air bersih. 

Praktik semacam ini memang harus mendapatkan koreksi yang mendalam bahkan protes warga masyarakat agar pemerinta harus melakukan penanggulangan secepat mungkin. Menurut Howard dan Bartram (2003) , seseorang dianggap memiliki akses air jika ia dapat mencapai sumber air yang ditentukan hingga jarak 1 km dalam waktu maksimal 30 menit.

Sumber air ini harus cukup untuk menyediakan setidaknya rata-rata 20 liter air per penduduk per hari, yang dapat dianggap sebagai tingkat "tinggi" dalam tingkat efek berbahaya bagi kesehatan. Air yang diakses harus dapat diminum jika tidak maka akan timbul masalah terkait dengan kesehatan masyarakat dan lingkungan.

Ada lima kelas penyakit yang berhubungan dengan air yaitu pertama terkait dengan kurangnya kebersihan pribadi dan rumah tangga, sebagai akibat dari non-akses atau karena kekurangan pasokan; kedua disebabkan oleh kontak dengan air; ketiga ditularkan oleh vektor akuatik; keempat disebarluaskan melalui air; kelima ditularkan melalui air. 

Selain itu akses terhadap air minum bisa memberi dampak langsung dan tidak langsung terhadap kualitas hidup masyarakat berupa peningkatan kondisi kehidupan dan manfaat kesehatan seperti pengendalian penyakit, peningkatan produktivitas ekonomi, pendidikan, ekonomi, kenyamanan dan kesejahteraan, rekreasi, dan pribadi. Pasokan air yang berkualitas baik dan dalam jumlah yang cukup sangat penting untuk meningkatkan kondisi sanitasi yang memadai, melindungi kesehatan penduduk dan mendorong pembangunan sosial ekonomi. *(Cah)
 
close