-->

JING TIU atau JINGI TIU (Salah Satu agama Nusantara Tempoe Doeloe)

advertise here

Jing Tiu: Salah Satu Agama Nusantara Tempoe Doeloe



Merupakan aliran kepercayaan dari Suku Sabu, kampung Namata, kab Sabu Raijua, pulau Sabu, NTT.
Gambar Perempuan Sabu
Gambar; Beberapa Perempuan Sabu Sedang Duduk Diatas Batu


Deo Ama yg artinya Dewa Bapak adalah penggambaran sebagai Sang Maha Kuasa. Tokoh tertinggi, penuh misteri, dihormati sekaligus ditakuti.

Sama seperti Kaharingan agama Orang Dayak Kalimantan Selatan, JINGTIU adalah sebutan yg disematkan oleh misionaris dr Portugis pada masa penginjilan tahun 1625.

Genios adalah nama yg diberikan, artinya adalah kafir/ tidak bertuhan. Nama yg tidak sesuai karena aliran ini memiliki Deo Ama sebagai Tuhannya. Jingtiu merupakan pelafalan oleh orang2 Suku Subu sendiri.

Pada awalnya, para Bone Ama/ Pemuka Agama tidak memahami arti harfiah dr Genios yg mereka ucapkan menjadi Jingtiu.

Orang Sabu dan para Mone Ama atau pemuka agama awalnya ingin mengubah nama tersebut namun sudah terlambat.

Alasannya karena nama Jingi Tiu sudah terlanjur melekat sebagai identitas kepercayaan mereka dan orang-orang sudah terbiasa dengan nama Jingi Tiu sehingga para orang Sabu dan para Mone Ama sepakat menyandang Jingi Tiu sebagai nama ajaran mereka sampai sekarang.

Bagi orang Suku Sabu, Jingi Tiu adalah penerapan keprcayaan terhadap kehidupan sehari-hari dibawah aturan Uku yang artinya Aturan Adat agar terjadi keseimbangan antara manusia dan alam. Penyimpangan dari Uku tersebut dapat mengganggu keseimbangan lingkungan dan kehidupan.

Menimbulkan krisis dalam kehidupan mereka seperti terjadi kematian yang tidak wajar maupun bencana2 yg lainnya.

Suku Sabu juga percaya adanya berbagai makhluk halus yang tingkatannya lebih rendah dari Deo Ama. Makhluk halus tersebut terdiri dari 3 (tiga) jenis yaitu:

1. Rai Balla yang menjaga bumi.
2. Dahi Balla yang menjaga laut.
3. Liru Balla yang menjaga langit.

Ketiganya mengatur berbagai aspek kehidupan manusia. Seperti mengatur musim hujan, mengatur nira, mengatur musim kemarau, melindungi dan mengembangbiakkan berbagai hewan ternak, menjaga keseuburan tanah, serta menumbuhkan tanaman dll.

Selain 3 mahluk halus Diatas, suku Subu juga mempercaya beberapa mahluk lain yg bertugas untuk melindungi kampung penduduk Suku Sabu.

  1. Uli Rae berjaga disebelah kanan gerbang timur kampung
  2. Maki Rae berjaga disebelah kiri gerbang timur kampung.
  3. Tiba Rae yang artinya Penangkis Kampung.
  4. Aji Rae yang artinya Penahan Kampung. 
Mereka semua berjaga agar menjadi Ngita Nano Ngita Adu yang artinya Agar Dapat Diandalkan Dapat Keras serta Ngita Kemaki Ri Ngallu Apa yang artinya Tahan Terhadap Serangan Angin Buruk.

Hubungan dan kesatuan antara alam dengan Suku Sabu diterapkan dalam berbagai upacara adat tradisional seperti perlunya mengadakan upacara adat dan sesajen terhadap Rai Balla setelah menggarap usaha tani guna memulihkan tanah yang luka serta agar Rai Balla tidak murka, bukan untuk persembahan kepada Deo Ama.

Upacara adat tersebut juga berfungsi sebagai pemelihara keseimbangan antara Suku Sabu sebagai manusia, alam, serta dengan kekuatan gaib dari ketiga makhluk halus tersebut yang mereka percayai.

Salah satu keseimbangan yang lain adalah keseimbangan peran gender antara laki-laki dan perempuan dalam melaksanan tugas dan kewajibannya masing-masing dalam suatu rumah tangga. Keseimbangan lainnya adalah mendatangkan Meringgi dan Menggeru serta dijauhi dari Pana.

Meringgi yang artinya Dingin memiliki maksud keadaan damai dan sentosa. Menggeru yang artinya Hijau atau Subur memiliki maksud kesuburan pada hasil pertanian dan peternakan.

Pana yang artinya Panas memiliki maksud malapetaka atau bencana yang datang.
Dewan Mone Ama merupakan dewan adat Suku Sabu yang memimpin jalannya sebagian besar upacara adat serta menetapkan Uku atau peraturan adat yang berlaku di Suku Sabu.

Berikut adalah anggota dari Dewan Mone Ama:
  1. Deo Rai merupakan kepala adat dan memegang peranan tertinggi di Mone Ama. Deo Rai bertanggung jawab untuk memimpin seluruh upacara adat. Selain itu Deo Rai secara gaib juga bertanggung jawab dalam kegiatan pada musim hujan.
  2. Mau Kia merupakan panglima perang yang bertanggung jawab mengenai kegiatan perang dalam adat Suku Sabu.
  3. Pulodo Wadu merupakan pemelihara adat yang bertanggung jawab dalam menjaga Uku atau peraturan adat Suku Sabu.[5] Selain itu, Pulodo Wadu secara gaib juga bertanggung jawab dalam kegiatan pada musim kemarau serta memelihara kesuburan tanah pertanian.
  4. Do Heleo merupakan pengawas kampung yang bertanggung jawab dalam mengawasi segala sesuatu di kampung Suku Sabu.
  5. Rue merupakan tokoh yang bertanggung jawab untuk menyucikan atau membersihkan kembali setelah terjadinya penyimpangan dalam kehidupan Suku Sabu.
Adapun bentuk bangunan rumah ibadah berbentuk persegi panjang dengan bagian samping melebar yang berbentuk setengah lingkaran membentuk elips. Bagian atap rumah ibadah ini sendiri berbentu perahu terbalik dan dilapisi dengan dedaunan lebat yang mereka sebut sebagai Roukoko yang artinya bulu leher. Ukuran Roukoko sendiri mengikuti panjang balok bubungan yang disebut Bangngu.

UPACARA-UPACARA SUKU SUBU
  1. Upacara Dabba Ana merupakan upacara pemandian bayi setelah dilahirkan.
  2. Upacara Tali Manu Dabba merupakan upacara adat berupa Sabung ayam yang dilakukan selama 2 (dua) hari dalam setahun kalender adat Suku Sabu di sebuah arena yang disebut Dara Nada. Adanya upacara Tali Manu Dabbamerupakan respon dari Suku Sabu atas pentingnya Hak Asasi Manusi karena punahnya generasi penerus jika peperangan antar suku terus dilanjutkan. Oleh karena itu para leluhur mengganti peperangan antar manusia menjadi peperangan antar hewan yaitu ayam.
  3. Upacara Heko Nyale Dabba atau Hibu Nyale Dabba merupakan upacara adat dalam menangkap Nyale atau biasa disebut sebagai cacinng laut yang hidup di lubang-lubang karang yang terletak dibawah permukaan laut. Menurut legenda Suku Sabu, Nyale tersebut merupakaan jelmaan dari seorang putri yang terkena penyakit kulit dan berubah menjadi cacing laut ketika mencari ikan bersama ibunya di laut. Ketika berubah menjadi Nyale putri tersebut berkata pada ibunya akan muncul pada waktu tertentu dan tidak akan menampakkan diri jika terdapat perempuan hamil, perempuan menyusui, perempuan yang tegah datang bulan, serta orang tua yang anaknya belum dimandikan dalam upacara Dabba Ana.
  4. Upacara Pemau Do Made merupakan upacara penyucian arwah orang yang sudah meninggal sebelum berangkat menuju nirwana atau surga. Upacara adat Pemau Do Made dilaksanakan selama 3 (tiga) hari secara berturut-turut. Pada hari pertama keluarga dari orang yang telah meninggal saling berkumpul. Dari pihak laki-laki bertugas membawa hewan ternak seperti kamping atau babi beserta pangan lain seperti Padi, Kacang hijau, dan Sorgum sementara pihak perempuan mengumpulkan bahan-bahan tersebut. Pada hari kedua keluarga tersebut akan berpakaian berwarna putih kemudian keluar berkeliling kampung sembari menyanyi nyanyian adat diiringi tangisan ratapan menuju tempat pembuangan. Setelah sampai di tempat pembuangan tersebut, mereka semua nantinya disucikan kembali menggunakan asap dupa dan air. Pada hari ketiga dimulailah penyembelihan seluruh hewan ternak yang telah disediakan di hari pertama. Seluruh hewan ternak tersebut disembelih sebagai persembahan disebuah tempat yang disebut Pai. Nantinya sisa dari hewan ternak yang belum disembelih akan disembelih untuk dibagikan ke seluruh masyarakat Suku Sabu.
  5. Upacara Bui Ihi Hole merupakan upacara yang dilaksanakan dalam rangka mengungkapkan rasa syukur terhadap hasil panen yang telah diperoleh.

Sumber: Tania Gelui
 
close