-->

Mengenal Kampung Napaulun (Ile Ape) Lembata, Warisan Budaya di Lamaholot

advertise here
Gambar Tari Perang
Gambar: Tari Perang Tradisi Lamaholot

Kampung Adat Napaulun (Ile Ape) Lembata

Rumah adat (Lango Beruin) adalah rumah adat khas Napaulun yang terdapat di kampung adat Napaulun Desa Bungamuda, Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Lembata dan saat ini tidak dihuni oleh masyarakat adat Napaulun akan tetapi apabila ada ritual adat, maka setiap suku wajib untuk mengambil bagian dalam prosesi adat yang dilaksanakan. 

Lango Beruin
Gambar: Warga Sedang Melakukan Perehapan Rumah Adat atau dalam Bahasa Lokal disebut Lango Beruin

Rumah Kesulungan (Lango Beruin) bagi masyarakat Napaulun tidak saja sekedar ungkapan legendaris kehidupan nenek moyang, melainkan juga suatu pernyataan secara utuh dan konkret tentang sejarah perang masa lalu, struktur sosial serta sistem kemasyarakatan, sehingga tak pelak menjadi titik sentral kehidupan warganya. 


Sistem nilai budaya yang dihasilkan dari proses kehidupan kampung adat, menyangkut soal makna dari hidup manusia; makna dari pekerjaan; karya dan amal perbuatan; persepsi mengenai waktu; hubungan manusia dengan alam sekitar; soal hubungan dengan sesama. 


Dapat dikatakan bahwa Lango Beruin memberikan makna tersendiri bagi Masyarakat Napaulun. Lango Beruin yang terdapat di kampung adat Napaulun adalah pusat kebudayaan masyarakat Napasabok dan Bungamuda karena disanalah awal dari seluruh kegiatan serta segalah proses kehidupan dimulai. Berdasarkan penuturan oleh para orang tua pemangku adat Napaulun, bahwa kampung adat ini pertama kali berada di lokasi Bao Onen


Bao Onen merupakan suatu lokasi di dalam hutan lindung antara Mawa (sekarang dikenal dengan Desa Napasabok) dan Nobolekan (sekarang dikenal dengan Desa Bungamuda). Lokasi tersebut jauh dari jalan poros Ile Ape dan lokasi kampung adat Napaulun ini sulit dijangkau. Adapun alasan mengapa demikian, karena nenek monyang orang Napaulun menghindari jangkauan peluru dari Suku Watun Lewopito dan Suku Warat Lama Odun serta menghindar dari pengaruh adudomba oleh Belanda.


Namun pada suatu ketika Belanda menghasut Suku Watun Lewopito untuk menyerang Suku Napaulun sehingga Suku Watun Lewo Pito yang dimotori oleh Belanda saat itu mendekat ke sebelah tebing sehingga peluru meriam bisa menjangkau kampung adat Napaulun. 


Setelah perang meredah, kampung adat Napaulun dipindahkan ke lokasi bernama Ebaken, lokasi yang saat ini berada dalam wilayah pemerintahan Desa Bungamuda dimana dekat dengan pemukiman atau kampung adat Suku Warat Lama Odun. Nenek moyang orang Napaulun pun mulai membangun kembali kampung yang baru di lokasi Ebaken. 


Namun, karena pengaruh hasutan Belanda saat itu maka Suku Warat Lama Odun yang dimotori oleh para Jendral dan Kapitan (Panglima Perang Suku) menyerang Suku Napaulun dengan Meriam (Sepera) sehingga Kapung Adat Napaulun berpindah sekitar 100 meter ke atas daerah ketinggian. 


Setelah dipindahkan dan dirasa aman, nenek moyang orang Napaulun mulai membuat biko (pembuatan talud penahan tanah) dengan bahan tanah dan batu-batu. Fungsi dari membuat talud penahan tanah ini adalah menjadi Kota (dalam bahasa Indonesia diartikan dengan "Benteng Pertahanan"). 

Gambar: Biko atau Susunan Batu oleh Penduduk yang berfungsi Sebagai Benteng Pertahanan

Jadi, sebelum meletakan batu, diharuskan membuat ritual adat agar supaya benteng yang dibangun kokoh dan kuat dari hantaman meriam. Benteng yang dibuat tidak bisa menggunakan semen atau besi, karena menurut tradisi tidak diperbolehkan, sehingga cara penyusunannyapun berbeda. 


Lapisan pertama adalah lapisan Batu yang disusun rapih dan kemudian diisi tanah setinggi 2-3 meter. Lapisan kedua adalah Kota yakni timbunan batu-batu besar setinggi 50 - 100 cm dan diratakan sedikit dengan tanah dan ditanami tumbuhan berduri. Lokasi benteng ini sekiranya mmempunyai panjang lebih dari 100 meter panjangnya, dan tinggi 2 meter, serta lebat 0,40-0,45 m.


Tak dapat dipungkiri bahwa kampung adat Napaulun telah menjadi simbol yang kokoh dari kehidupan komunal masyarakatnya. Dengan melakukan perbaikan talud penahan tanah dan menjalani segala proses ritual di tempat tersebut, masyarakat Napaulun menunjukkan bahwa mereka juga memiliki naluri untuk selalu hidup bersama dan merawat sejarah perjuangan Nenek Moyang mereka. 

Gambar Tua Adat
Gambar Para Tetua Adat Suku Napa Ulun Sedang Melakukan Ritual Adat
Mereka mencintai kedamaian dalam komunitas yang harmonis sehingga mereka berusaha keras untuk mempertahankan tradisi dan arsitektur kampung sejarah ini. Harapan ini didukung oleh kesadaran setiap individu untuk menyelaraskan setiap kepentingannya dengan kepentingan bersama. Kesadaran tersebut dilandasi oleh alam pikiran religio-magis, yang menganggap bahwa setiap warga mempunyai nilai dan kedudukan serta hak hidup yang sama dalam lingkungan masyarakatnya. *) Red

 
close