-->

Sejarah Pemerintahan dan Perkembangan Islam di Kedang-Lembata

advertise here
Gambar Desa Kalikur
Gambar: Desa Kalikur diambil dari atas

A. Kondisi Awal Mula Kedang sebelum Masa Kolonial Belanda

Kedang berasal dari kata "Edang", adalah nama sebuah wilayah "Auq Edang" yang sekarang dikenal dengan "Tanah Kedang".....Auq = Tanah, Edang dari kata Edan = Lampau atau dahulu kala, jadiAuq Edang berarti Tanah Dahulu Kala atau Tanah Masa Lampau. Auq edang /Tanah Kedang adalah nama sebuah wilayah pemerintahan yang membawahi 44 buah Temukang atau kampung sekarang yang berada di sekeliling gunung kedang atau Uyelewun, Konkritnya. Pada masa dahulu sebelum pemerintahan kolonial belanda, pemerintahan Auq Edang/Tanah Kedang sudah ada dan asal mula manusia bermukim di puncak Uyelewun dari awal manusia Edang (Kedang) pertama secara turun temurun sampai pada seorang raja pertama bernama TAMIDA.


selanjutnya dari raja TAMIDA menurunkan anak secara turun temurun hingga


LIA→LOYO→BUYA


Kemudian BUYA bertemu dengan seorang perempuan yang belum dikenalnya, yang berasal dari Sina Pueng Matang Jawa ( Tanah jawa ) akhirnya menikahlah keduanya. Tempat pertemuan keduanya dibalikulik (balauring) sekarang menjadi ibukota kecamatan omesuri. Buya adalah orang jawa, sebutan Buya berarti Bapa danOme lidah orang kedang tapi, sebenarnya adalah Umi yang artinya Ibu. Jadi Buya dan Ome selalu ditambah Suri yang artinya Pengelana atau Pengembara, karena tidak diketahui asal muasal kedua orang tersebut. Dari perkawinan Buyasuri dan Omesuri menurunkan beberapa keturunan secara turun temurun hingga sampai pada ROMAN yang menurunkan anak RIBU dan RAHA. Kedua putera mahkota itu selanjutnya berkaitan dengan penyebaran Manusia dalam rangka memenuhi Temukung/Perkampungan di seputar Gunung Uyelewun dan sekitarnya, maka terjadilah pembagian wilayah Au Edang (Tanah Kedang) menjadi 2 bagian, Wilayah GOA OTEWELA BAJA (di pedalaman), RAJA OLE WATA (Raja di pesisir pantai.


GOA OTE WELA (Raja di pedalaman) di perintahhi oleh RIBU ROMAN dan RAJA OLE WATA (Raja pesisir) diperintahi oleh RAHA ROMAN. Oleh karena pembagian kekuasaan raja auq Edang/Tanah Kedang pada dua saudara kakak beradik dan pada akhirnya terjadilah pembaiatan adik Raja ole wata, RAHA ROMAN menjadi RAJA EDANG, Raja Tanah Kedang karena Raja RAHA ROMAN punya Sumber Daya yang lebih baik/Tinggi........................................................................................................


Sebagai tanda untuk mengekalkan PEMBAIATAN tersebut dilakukan secara seremonial adat dengan memadukan darah kakak beradik yang penuh dengan nilai kesakhralannya dan kesaktiannya.......................................................................................


ISI BAIAT :


1. RIBU RATU (sebutan asli kedang)


WITING LUBA DEI SOBA’ ARABAU DUKI DEI


Rakyat mngikuti perintah satu orang nimong/Penggembala dalam hal ini adalah RAJA


2. Semboyan persatuan dan kesatuan dari pedalaman dan pesisir/pantai adalah SATU dengan semboyan kedang


“WITING PULU WADE” UDE’, MATENG PULUH WOU’ UDE”


Artinya : Sepuluh ekor kambing diikat dengan satu Tali


Mayat sepuluh Dikubur dalam satu liang lahat


3. “WELA BIRANG WATA LOGE, WATA OWANG WELA PARO”


Artinya : Pakaiannya Pedalaman Robek,, Pesisir berikan,


Pedalaman Lapar pesisir Berikan Makanan.


Tiga butir baiat ini merupakan kalimat “NUKUNG” (Tamsil). Ketiga Baiat sumpah serapah ini sangat terbukti bila terjadi pelanggaran dan hal ini kontan dan sangat dihormati hingga saat ini, Orang boleh percaya atau tidak tapi FAKTA telah membuktikan, kemudian penulis hanya meneruskan sejarah bagi turunan dari Raja RAHA ROMAN dan sejarah GOA OTE WELA sekarang berada di Aliuroba ( Desa benihading ) tersendiri dengan sejarahnya. RAJA RAHA ROMAN kemudian menurunkan anak – anaknya secara turun temurun hingga pada ERUNG LAWE. Dari Lawe selanjutnya menurunkan lima orang anak yaitu :


DATO LAWE

SARABITI LAWE

SARUANG LAWE (X ) Mati muda

TAPING LAWE

ERUNG LAWE

Yang sekarang mendiami LEU ALIUR (Kalikur) pada masa dahulu hingga sekarang dengan suku LEU TUANG hingga saat ini.........................................................


Di Leu Aliur ( Desa Kalikur ) terdapat 6 suku yang pada masa lampau menjadi 6 temukung(kampung) yang masing – masing kepala kampung dijabat oleh Ketua – ketua suku.


Kampung/Temukung di kalikur terdiri dari :


Kampung / Suku Leutuang

Kampung / Suku Leuwerung

Kampung / Suku Dapubeang

Kampung / Suku Honiero

Kampung / Suku Marisa

Kampung / Suku Leuto’ang

Dari kelima anak dari RAJA LAWE ERUNG. Anak kedua yakni SARABITI LAWE menjadi RAJA AUQ EDANG( tanah kedang) karena sumber dayanya agak lebih baik dari kakak beradik tersebut diatas.Beliau SARABITI LAWE Lebih cakap dan belajar ilamu agama islam Tempat belajarnya adalah Ujung Pandang (Sekarang Makassar) dan Buton, Bau-bau.-


Pada masa masuknya pemerintahan Kolonial belanda pada tahun 1596, Belanda masuk ke indonesia, di Pelabuhan BANTEN (Tanah jawa) pemerintah pada saat itu di LEU/AU EDANG(Tanah Air Kedang) dengan LEU ALIUR sebagai pusat ibukota dibawah pemerintahan RAJA SARABITI LAWE.


Selanjutnya Pada tahun 1602 Belanda dengan VOC Melancarkan ekspansinya dengan politik “ DEVIDE ET IMPERA ” atau politik memecah belah dan menguasai.


Dengan dilancarkan politik Devide et Impera maka terjadilah fitnah yang dilancarkan oleh VOC kepada RAJA ADONARA bahwa di Au Edang atau tanah Kedang hidup seorang Raja yang bernama SARABITI LAWE yang meliputi 44 Temukang/Kampung. Yang berdiri sendiri dengan tidak memihak kepada Timur ataupun Barat. Dengan segala strategi yang licik dari VOC maka Raja ADONARA mulai melakukan perluasan wilayah kekuasaan dengan segala strateginya dengan mengundang RAJA SARABITI LAWE ke Adonara lalu mempersuntingkan saudari perempuannya untuk di kawinkan kepada raja SARABITI LAWE yang bernama “ MEME BOTA “ dengan demikian maka RAJA KEDANG di bawah Raja SARABITI LAWE secara otoomatis menjadi bagian dari pemerintahan RAJA ADONARA dengan sebutan KAPITAN( RIANG BARA ) sebagai bukti pengakuan Auq edang menjadi bagian dari Raja ADONARA maka lahirlah kalimat sakti perpaduan dua wilayah antar kalikur dan Adonara yang ditandai dengan memadukan darah dan diminum bersama.


Kalimat sakti tersebut adalah : “LEU ALIUR AUQ ADONARA”


Kesaktian kalimat tersebut telah terbukti dimana-mana oleh orang kedang. Kalimat ini boleh dipercaya atau tidak tetapi fakta telah membuktikan. LEU ALIUR AUQ ADONARA dengan “NUBA NARA” nya adalah kalimat yang penuh dengan kesaktiannya adalah kalimat yang merupakan simbol INDUK,Yang dalam istilah kedang “NETE” atau HULU( GAGANG) sedangkan isinya, Sebagai penulis menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya karena tidak bisa mencantumkan isi dari pada istilah di atas, karena diharuskan untuk memenuhi kriteria khusus yang harus di penuhi bagi yang mau mempelajarinya...................................................................................................................


B. Auq Edang atau Tanah Kedang pada Masa Pemerintah Kolonial Belanda


Raja SARABITI LAWE ( Penguasa Auq Edang dan Tanah kedang) yang sering dipanggil(RIANG BARA) kawin 2 (dua) orang istri dengan menurunkan beberapa orang anak diantaranya yang menjadi putra mahkota adalah :


MUSA SARABITI, dan BAPA LAWE SARABITI


Dengan dua putera mahkota ini pemerintah kolonial Belanda mulai memainkan peran fitnah kepada RAJA ADONARA bahwa Auq Edang (TANAH KEDANG) terr jadi perebutan tahta oleh dua saudara yaitu :


BAPA LAWE SARABITI dengan MUSA SARABITI, dan akhirnya BAPA LAWE SARABITI di asingkan ke KUPANG(timor). Dan pada akhirnya SARABITI LAWE sering dipanggil dengan nama BAPA KUPANG.Kedua saudara tersebut yakni Musa Sarabiti dan Bapa Lawe sarabiti belajar sekolah di Makassar, Buton, dan Bau – Bau. Setelah Bapa Lawe Sarabiti kembali dari Kupang terjadilah perdamaian antara kedua saudara kakak beradik untuk saling akui mengakui Saudara MUSA SARABITI menjadi “RIANG BARA”. Sebagai bukti bahwa adanya pengakuan tersebut dilakukan pertukaran Bineng(Saudara Perempuan) yakni saudari perempuan dari MUSA SARABITI yaitu : SITI MUSA dan BANG MUSA menjadi saudari perempuan BAPA LAWE SARAABITI yakni EMA BESE’ dan EMA PAO menajdi saudari MUSA SARABITI hingga saat ini.


Selanjutnya RIANG BARA MUSA SARABITI menurunkan beberapa orang anak yang menggantikan RIANG SARABITI adalah PUTERA MAHKOTA yang bernama “SARABITI MUSA” menjadii Riang Bara Auq Edang/tanah Kedang, beliau sering di panggil dengan sapaan “BAPA RIANG” yang tempat pemakamannya di abadikan diatas batu besar di BOTE LOLOQ yang sering dissebut masyarakat dengan SAGU WOWO artinya MULUT SAGU atau pelabuhan ADONARA. Yang hingga saat ini menjadi monumen peninggalan masa lampau.


C. Auq edang atau Tanah Kedang pada Masa Kemerdekaan indonesia


Pada tahun 1945 Auq Edang atau Tanah Kedang diperintahi oleh “RIANG BARA” yang membawahi 44 Temukang/kampung yang berada di seputar uyelewun atau gunung kedang. Termasuk 6 buah kampung di kalikur. Setelah RIANG BARA MUSA SARABITI meniggalakan roda pemerintahan, Pemerintahan beralih pada 2(Dua) orang putera mahkota yaitu :


MUSA atau M. MUSA atau dipanggil dengan sapaan BAPA MUSA, selanjutnya menunaikan ibadah haji ke tanah suci Mekkah, dan kemudian dipanggil dengan sapaan H.MUSA.

BAPA DIAH yang kemuadian berkawin dengan dengan keturunan RAJA ADONARA dan bermukim di SAGU hingga saat ini.

Setelah itu yang menjadi RIANG BARA wilayah Kedang dibawah Pemerintahan “RIANG MUSA”. Setelah Kemerdekaan wilayah RAJA ADONARA dibentuk dengan sistem Pemerintah baru dengan sebutan “SWAPRAJA ADONARA” yang membawahi beberapa KAPITAN yang diperintahi oleh seorang Kepala HAMENTE yang khususnya di wilayah kedang menjadi HAMENTE KEDANG.


Pada tahun 1960 terjadilah perubahan sisitem pemerintahan menurut Undang – Undang atau peraturan kepala HAMENTE diubah menjadi KOORDINATOR DESA – DESA. Setelah RIANG BARA MUSA BIN BAPA RIANG, Pemerintah beralih apada Dinasti berikutnya yaitu Putra Mahkotanya yakni : MAS ABDUL SALAM SARABITI sebagai kepala HAMENTE Kedang, juga sebagai koordinator Desa-desa Kedang yang berkedudukan di BALAURING Ibukota kecamatan Omesuri sekarang............................


Pada tahun 1961, Kemudian struktur pemerintah Koordes dirubah menjadi Pemerintah Kecamatan , sehingga Kampung – Kampung pun diubah menjadi “Pembentukan desa gaya Baru”. Maka terjadilah Pembentukan Kecamatan Lomblen Timur dengan Ibukotanya BALAURING. Selanjutnya khususnya Kalikur yang terdiri dari enam Kepala Kampung yang digabung menjadi : “DESA GAYA BARU KALIKUR” . Dan Pada saat itu terjadilah Penggabungan Desa - Desa Seputar Gunung Uyelewun yang Dulunya terdiri dari kepala – kepala Kampung..................................................................


Pada tahun 1967 Pemerintah Lomblem Timur dimekarkan menjadi dua Kecamatan yaitu :


Kecamatan Buyasuri

Kecamatan omesuri

Yang dahulunya adalah wilayah Administrasi RAJA SARABITI LAWE


Kecamatan Buyasuri Ibukotanya Weiriang

Kecamatan omesuri ibukotanya Balauring

Hingga saat ini.........


D. SEJARAH PENYEBARAN AGAMA ISLAM DI FLOTIM, ALOR DAN DI KEDANG KALIKUR


Agama islam masuk di wilayah flores timurdan alor lebih khusus di Auq edang/Tanah Kedang melalui 2 jalur yaitu :


EXPEDISI DARI TIMUR

EXPEDISI DARI BARAT

Pada tahun 1500 Agama Islam masuk di indonesia yang dibawa oleh pedagang dari Arab, Gujarat, dan Persia melalui bandar – bandar niaga yang Ramai. Pada umumnya Ekspedisi penyebarannya melalui perdagangan dan kawin mawin. Tahun 1700, khusus di Tanah Kedang (Auq Edang) yang diperintahi oleh Raja Sarabiti Lawe dengan pusat pemerintahan di LEU ALIUR(KALIKUR) sudah memeluk agama Islam, primitif awal mula masuknya agama islam di LEU ALIUR(Kalikur) berasal dari kerajaan/kesultanan Banten. Para da’i penyiar agama islam datang berniaga/berdagang dan singgah di pelabuhan/bandar Leu Aliur. Bandar/Pelabuhan Leu Aliur(Kalikur) pada masa lampau sangat terkenal karena merupakan bandar/pelabuhan transito bagi Expedisi penyebaran dari timur ke barat ataupun dari barat ke timur. Karena itu pelabuhan kalikur diberi nama dengan PUITIS KEDANG :


“LEU LIKUR LAMA KOMA TANAH WAHENG LAMA BERA”


Artinya :


NEGERI YANG AMAN DAMAI TEMPAT BERTEDUH BAGI PELAYAR YANG HENDAK KE TIMUR atau KE BARAT


Sekaligus tempat persiapan pembekalan (Logistik) dalam pelayaran dan penyebrangan.


Bandar/Pelabuhan Kalikur sekarang masih ada yang sering disebut oleh orang kedang dengan sebutan “WATA RIANG” dengan rincian arti (Wata : Pantai,Riang : Besar). Artinya Pantai Besar dan tempat itu menjadi tempat yang sakral dan terus dipergunakan oleh pemerintah dan masyarakat kalikur dalam Urusan Pelepasan Ekspedisi kalikur ke luar Daerah termasuk pelepasan dan pemberangkatan jemaah haji pada masa lampau.............!!!


Pada Tahun 1800, datang lagi para penyebar dan penyiar agama islam dari kesultanan Banten yang bernama“SYEKH IBU ABUYA” sebagai pimpinann ekspedisi masuk di Kalikur dan tinggal serta menetap bersama Bapa Lawe Sarabiti melalui bandar/pelabuhan Kalikur sambil berdagang atau berniaga sekaligus penyiaran dan penyebaran agama islam di kalikur. Dan Syekh Ibu Abuya berasal dari Keturunan kesultanan Banten dan juga penyiar agama islam di wilayah kedang khususnya di kalikur, oleh karena tugas sebagai seorang penyiar agama islam maka beliau tinggal dan menetap di kalikur untuk waktu yang cukup lama sampai bertahun. Sebagai bukti bahwa beliau pernah tinggal di Kalikur, maka rumah yang dianiaya orang kalikur dan orang kedang pada umumnya menyebutnya dengan sebutan Huna Banten karena lidah orang kedang menyebutnya dengan sebutan Huna banten : Huna = Rumah, Banten=bantal. Rumah tersebut ditempati oleh orang Banten, dan hingga saat ini rumah tersebut masih bernama Huna bantal dan keberadaanya kini masih ada di desa kalikur. Karena itulah perlu digaris bawahi bahwa datangnya/tibanya Syekh Ibu Abuya, Raja Kedang Musa sarabiti, dan bapak Lawe sarabiti sudah memeluk agama islam dari bapaknya (Mendiang Sarabiti Lawe). Sebagaimana telah penulis katakan bahwa penyebaran dan penyiaran agama islam baik Timur maupun Barat, melalui bandar-bandar niaga yang ramai dan termasykur.


Ekspedisi Jalur Timur dan Barat

Ekspedisi jalur barat tersebut melalui Kerajaan Islam di tanah jawa dan juga Sulawesi. Sedangkan Ekspedisi jalur Timur melalui Kesultanan Ternate, Tidore, saparua, Bacaa dan Obi. Ekspedisi barat dalam penyebaran dan penyiarannya melalui 5 bandar-bandar yang ramai pada masa itu yakni :


Wilayah Flores Timur terdiri dari :


LOHAYONG → Ola Lau Hayong


LAMAKERA → Dato Lau Kera


LAMAHALA → Kia Rae Salang


TERONG → Dato Watampao


LEBALA → Bala Lama Rongan


5(lima) bandar besar itulah kemudian dikenal dengan SOLOR WATANG LEMA artinya Solor 5 Pantai. Solor adalah nama Daerah yang masuknya agama islam di wilayah Flores Timur. Watang adalah bandar, pantai atau pelabuhan. Jadi Solor watang lema berarti 5 (lima) pantai.................................................................................................


Expedisi Timur

Melalui jalur Bandar – bandar Niaga yang ramai Khususnya di kepulauwan Alor melalui 5 Bandar besar yaitu :


PANDAI→Liu rai Bolitonda


BARANUSA


BLAGAR→Salasang baku laha


ALOR BESAR


KUI MORU→Gamaley Ata Malay


5 (lima) bandar tersebut kemudian terkenal dengan nama / sebutan GALI AU WATANG LEMA BerartiALOR LIMA PANTAI . Kalau begitu Kedang / Kalikur termasuk yang mana ? apa Solor Watang Lemaatau Gali Au Watang Lema ? jawabannya : Kedang / Kalikur Tersendiri karena Bandar Kalikur sebagai mana penulis sudah utarakan bahwa kalikur sebagai tempat Transit untuk jalur penyebrangan baik dari Timur maupun Barat yang sering di beri nama dengan “ LEULIKUR LAMA KOMA TANAH WAHENG LAMA BERA” Sebagai bukti peninggalan tempat singga pada masa Lampau di Kalikur masih ada sering di sebut “Wata Riang”, Jadi Kalikur Agama Islam masuk Tersendiri Baik melalui jalur Timur maupun barat.


Untuk memperdalam ilmu Agama Islam Baik di timur maupun di Barat Orang Kalikur Meengirimkan BENARASI untuk belajar Ilmu Agama Islam sebagai berikut:


GENERASI I (pertama)


Musa Sarabiti belajar di Makassar dan Buton Bau – bau

Bapa Lawe Sarabiti juga di Makassar dan Buton Bau – bau

Jawa (Imam Jawa) belajar di Batipu, Padang Sumatra Barat dan di Tanah Jawa(sehingga sering disebut (Imam Jawa)

GENERASI II (kedua)


Jaudin Laba belajar di Seram saparua

H. Musa belajar di Makassar Buton bau – bau

Bapa Diyah Belajar di tanah Jawa juga Buton bau – bau.

Butu (Jou) belajar di Tarnate Seram, Saparua.

Raha Dato belajar di seram saparua (yang semboyan kebesarannya sering beliau nyatakan dalam orasinya “SERANG GORANG YO”).

Ana Koda Haba belajar di Buton bau-bau karena jadi juragan maka dijuluki ANAKODA HABA.

Raja Mamboli dari Dapubeang juga belajar di serang Saparua.

M. Abd Wahid belajar di Buton, Bau-bau dan makassar.

Kemudian datang para ustadz dari Padang Sumatera barat mengajarkan ilmu agama islam di kalikur/Kedang sampai beberapa saat baru kembali, tepatnya di Batipu dan padang pariaman Sumatera Barat. Catatan yang diperoleh penulis dari para leluhur bahwa agama islam masuk di Kedang/kalikur pada tahun 1700-an.


Kemudian menyusuli SYEKH IBU ABUYA dari keturunannya datanglah H.MUSLIM BIN ABD SYEKH ALWAN masuk di Kalikur melalui Bonerate tinggal di Kalikur tepatnya di Huna banten kemudian mengawini Hj. St. Aisyah anak dari H. Misbah cucu dari Bapa lawe sarabiti juga Mengajarkan ilmu agama islam dan menetap di kalikur dengan menurunkan beberapa anak kemudian kembali ke Mekkah hingga meninggal di Mekkah. Hingga saat ini anaknya H. St. Fatimah masih menetap di Mekkah...


Yang menarik dan istimewa Pemerintah Negeri Kedang/Kalikur pada masa lampau sering disebut dengan “RAJA AGAMA” artinya : Raja yang mengatur Ritual Agama islam, dengan fungsi :


Mengatur Ritual Agama terutama mengenai shalat Jum’atan dan juga shalat sunnat 2 Hari Raya Besar.

Penetapan awal puasa ramadhan dan penetapan Hari Raya idhul Fitri(1 Syawal)

Uniknya adalah kegiatan ritual Agama pada butir pertama diatas baru akan dimulai apabila telah hadirnya “RAJA AGAMA”

E. PENYEBARAN DAN PENYIARAN AGAMA ISLAM DI WILAYAH KEDANG DI SEPUTAR GUNUNG UYELEWUN


Pada masa awala mula masuknya agama islam di Leu Aliur maka agama islam mulai mengembangkan supaya ke wilayah perkampungan di seputar gunung Kedang/Uyelewun mulailah dilakukan penyiaran dan pengajaran Ilmu Agama Islam oleh para jou-jou ngaji sekaligus mendirikan mesjid dan langgar/Surau din seputar gunung Uyelewun melalui perkampungan dengan melalui proses kawin mawin di wilayah perkampungan sekaligus menjadi imam untuk mengajarkan Ilmu Agama islam. Dengan demikian dalam waktu sekejap islam masuk dan diterima menjadi agama yang dipeluknya hingga saat ini. tidaklah berkelebihan penulis menyebutkan nama-nama penyebar agama islam diseputar gunung uyelewun sebagai berikut :


Jou Imam Raha, Jou H. Abd. Wahid, Jou Imam Abd. Jamil, H. Abd. Wahid, Jou Asmolu, Jou Imam Hasan, Songko Lodo, dan Jou Soge, Jou Syuaib Soge, Untuk penyebaran Wilayah Omesuri Sekarang, Sedangkan untuk wilayah buyasuri adalah Jou Butu, Jou Imam kalu, Jou Moi H. Abd Jamil, Jou H. Muh. Arsyad, Jou Mado Dore, Jou Imam Pala, Jou luma Jawa, Jou imam Abd. Latif(Imang La Ila), Jou Imam bapa Tua taba.


F. KESIMPULAN


1.Masuknya Agama islam di wilayah kedang diperkirakan pada tahun 1700-an


2.Islam masuk di Auq Edang(Tanah Kedang) secara langsung, tidak melalui Ekspedisi Timur maupun Ekspedisi barat karena BANDAR KALIKUR merupakan Bandar Transito yang hingga saat ini masih dikenal sebagai bukti sejarah “WATA RIANG”. Wata : Pantai/Pelabuhan, Riang : Besar jadi Wata riang : Pantai/Pelabuhan besar.


3.Bukti peniggalan masa lampau, masih ada dan tetap dilestarikan hingga saat ini.


G. PENUTUP


Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segalah petunjuk dan hidayahnya sehingga sempat penulis melakukan pembukuan Sejarah Asal Mula “ PEMERINTAHAN AUQ EDANG (TANAH KEDANG) DAN SEJARAH MASUKNYA AGAMA ISLAM DI AUQ EDANG (TANAH KEDANG).


Reverensi dalam upaya penyusunan ini saya peroleh dari para pendahulu/pemimpin Kedang(Kalikur) yang berasal dari LELUHUR KETUA_KETUA SUKU dalam Desa kalikur/Leu Aliur teristimewa :


Alm. Mado Kiri (Leu Tuang)

Burong Pitang (Leu Werung)

Tulung Sika (Honiero)

H. Ali Buka (Marisa)

Kopa Toang (Dapubeang)

Mado Dore (Leu Toang)

Terus pada generasi berikut :


Abdullah Samina (Leu Tuang)

H. Agusalim Mado (Leu tuang)

Abd. Latif mado (Leu Toang)

Muh. Amin Mamboli (Dapubeang)

Hasan Rahmat (Leu Tuang)

Marjuki Beang (Dapu beang)

Terakhir dari pemerintahan Desa Kalikur yang digabung dari 6 (enam) Kepala kampung menjadi DESA GAYA BARU KALIKUR dengan kepala Desa perdananya adalah : Bapa Tuang Adonara. Kepada Alm. Mendiang Pendahulu tersebut diatas telah memberikan informasi dan inspirasi kepada penulis untuk dijadikan bahan “RUJUKAN” dalam penyusunannya terhadap buku ini.


Semoga semuanya menjadi “AMALIYAH INFORMATIKA” yang sangat berharga bagi generasi Penerus sehingga jangan sampai hanya indah khabar dari rupa yang tidak terkesan apa-apa.


*** Tidak lupa saran dan kritikan serta masukan dari teman dan rekan dalam upaya penyempurnaan terhadap sejarah ini, penulis mengucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya.


*** Penulis Menyadari Karya penulisan ini memang sungguh jauh dari harapan yang idealnya.


*** Jika tulisan ini benar adalah sebuah kebenaran yang datangnya dari Allah SWT. Jika salah atau khilaf dan keliru datangnya hanya dari penulis semata sebagai manusia biasa.

AMIIIEN YAA RABBAL ALAMIIEN


Muhammad Arrasy El Kasim


(Sumber : Dato,Damra.2011.Selayang Pandang Sejarah, Pemerintahan Awal Mula dan Perkembangan Islam di Kedang.Kedang:Arras Press).

Sumber: Website; kalikurdesa.id

 
close