-->

Cerita Loke Nggerang, Gendang Dari Kulit Manusia di Manggarai versi Todo

advertise here
Gambar: Gendang Nggerang di Manggarai, Sumber: FB Jiwa Nusantara

|Negeri Paus| - Pada zaman dahulu di suatu kampung kecil yakni di Ndoso, hiduplah seorang gadis yang berparas sangat cantik dan jelita. Gadis itu bernama Nggérang atau orang-orang biasa memanggil "Molas   Wéla   Loé".
Kecantika Nggérang sangat   memikat, sehingga banyak pemuda yang jatuh cinta pada dirinya. Diketahui bahwa Nggérang merupakan keturunan orang  India.  
Sebelum Nggérang dilahirkan, kedua  orang  tuanya berdomisili di Bima.   
Saat   itu   semua   upéti   atau   pajak   dari Nuca   Lale (Manggar[a]i) harus dibawa ke Bima.

Suatu hari ada seorang petugas membawakan upéti dari Nuca Lale (Manggarai) ke Bima. Petugas itu adalah Kraéng Parera  dari Adak Todo dan ditemani oleh seorang dari Bajo  yang  tak  diketauhi namanya. 
Dikisahkan bahwa di  Bima  mereka  bertemu  dengan istri  orang  India yang  tengah  hamil  muda.

Suaminya  sedang  berada  di  India untuk  menjenguk orang tuanya.
Si perempuan  yang  tengah  hamil  tersebut  pun jatuh   cinta  pada Kraéng Parera dan   ingin menjadi   istri dari Kraéng Parera dari Adak Todo.
Perempuan yang telah bersuami tersebut ikut ke Nuca Lale ketika kedua petugas (pembawa upéti dari Nuca Lale) tersebut pulang. Mereka bertiga sama-sama dari Bima hingga tiba di Bajo. Dalam perjalanan hingga berada di Bajo ibu Nggérang terlihat sangat bahagia. Selama  berada  di  Bajo Kraéng Parera  tidak  tenang  karena  takut  si perempuan hamil  tersebut  mengikutinya  ke  Todo.

Konon  waktu  itu  ia  telah beristri   dan   memiliki   anak.   Lalu   ia memutuskan   pulang   ke   Todo   tanpa sepengetahuan perempuan  tersebut. Ia  berpesan  kepada  petugas  upéti  Bajo, “Jangan  kasih  tahu perempuan  tersebut  bahwa  dirinya  telah pulang  ke Todo.”  Sehingga ada istilah kunci bajo, péti Todo.

Setelah  beberapa lama, si  perempuan  yang  tengah  hamil tersebut berusaha  mencari  keberadaan Kraéng Parera. Ia  mengembara  melewati daerah Pacar (Nama Sebuah daerah di Manggarai). Setibanya di Pacar, orang-orang sedang  mengadakan ritus adat Barong  Waé  Pénti. Dengan  kehadiran  siperempuan yang  amat  cantik  ketika ritus  adat  tersebut  berlangsung,  wargapun  percaya  bahwa  ritus  mereka diterima oleh para leluhur mereka.

Lalu Ibu hamil tersebut terus pergi hingga kampung Ndoso dan menetap di sana. Beberapa  lama kemudian ia pun  melahirkan seorang anak perempuan yang  diberi nama Nggérang. Anak  perempuan  tersebut  seharusnya dibunuh karena sebelum sang suami berangkat ke India telah berpesan bahwa “Jika kamu  melahirkan  seorang  anak  laki-laki  maka  anak  itu  dipelihara,  tetapi  jika anak yang engkau lahirkan adalah perempuan maka harus dibunuh.

” Konon waktu  itu, adat  orang  India  tidak  menginginkan  anak  perempuan, namun, pesan  sang  suami  tidak  diindahkan  oleh  sang  istrinya.  Sang  istri  merasa tidak tega   membunuh   anak   kandungnya   sendiri. Ia   sangat   menyayangi   bayi perempuanya itu. Setelah bayi perempuan itu dilahirkan istri orang India tersebut meminta   kepada   seseorang   perempuan   janda   tua   untuk   mengasuhnya   dan mereka tinggal  di  kebun.

Nama  kebun  tersebut  adalah Tobok  Watu  Sora yang berada  di wilayah  Ndoso.  Agar tidak  diketahui  sang  suami,  perempuan  tersebut (Ibunya Nggérang)  memotong  seekor  Anjing  lalu  dikuburkan  sebagai  bukti bahwa  dirinya telah  menuruti  pesan  lelaki  India  tersebut jika melahirkan seorang anak perempuan maka dia harus dibunuh. 

Ketika  pulang  dari  India,  sang  suami  datang  mencari  istrinya  ke Nuca Lale ketika   dirinya   tahu   bahwa   istrinya   telah   ke   Nuca   Lale.
Ia sangat menghawatirkan keadaan istrinya yang tengah hamil. Ketika orang India itu tiba di  Ndoso, bertanyalah  pada  istrinya  apakah  anak  yang  dilahirkanya  seorang perempuan  atau  lelaki.

Istrinya  berkata  telah  melahirkan  anak  perempuan  dan membunuhnya. Ibunda Nggérang pun memperlihatkan   kubur   anjing   yang terletak  di  depan  pintu  pondok  (sekang)  untuk meyakinkan  suaminya.
Sang suami punpercaya. Waktu  terus  berlalu, Nggérang pun  bertumbuh  menjadi  seorang  gadis yang  sangat  cantik.  Kecantikanya  mampu  memikat  hati  Raja  Todo  dan Bima.
 
Kedua Adak(raja)  ingin  memperistri Molas  Wéla Loé itu. Nggérang digelari sebagai  gadis  rebutan  para  Raja  pada  masa itu.  
Oleh  karena  itu,  Raja  Todo mengambil  keputusan  untuk  membunuh  si Nggérang.  Hal  tersebut  merupakan cara  Raja  Todo  untuk  mencegah  timbulnya konflik  atau  kecemburuan  antara dirinya dengan Raja Bima. 

Raja Todo pun menyuruh  anak  buahnya  (Dalu Lelak)  untuk  membunuh Nggérang yang  ada  diNdoso.  Ia  berpesan  pada bawahannya bahwa “Apabila gadis tersebut telah dibunuh maka  kulit  perutnya harus   dibawah   kesini   (Todo),   kulit   tersebut   akan   dijadikan gendang.
” Mendengar keputusan sang Raja, keluarga Nggérang hanya diam dan tidak dapat berbuat apa [pun]. Nggérang sendiripun hanya pasrah karena takut orang tuanya akan dibunuh oleh raja tersebut.
Setelah  dibunuh,  kulit  gadis  tersebut  disayat  dan  dibawa  ke  Todo.  Kulit itu dibuat  gendang  sesuai  dengan  perintah  sang  Raja  Todo.  
Gendang  tersebut hingga sekarang  tersimpan  di rumah  adat  kampung  Todo  dan  dipercayakan sebagai induk dari segala gendang di Manggarai.

Setelah peristiwa pembunuhan Nggérang masyarakat  Ndoso  dan  Todo  bermusuhan  sampai  dengan  generasi selanjutnya bahwa   apabila   orang   Todo   menginjakan   kaki   di   Ndoso   akan mengalami permasalahan  serta  akan  terjadi  musibah  (watu  rutuk  ulu  lalang dara). (*)

Artikel    ini menggunakan  versi  Todo  yang  berada  di  wilayah  Manggarai, yang dirujuk dari berbagai sumber.

Sumber: 

ARTIKEL; 2020. HUMANIORA DAN ERA DISRUPSIE-PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEKAN CHAIRIL ANWAR Kerja Sama FIB Universitas Jember, HISKI Jember, dan ATL Jember. CERITA LOKE NGGERANG SEBAGAI REPRESENTASISEJARAH POLITIK DI FLORES BARATNUSA TENGGARA TIMUR Ans Prawati Yuliantari Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng.

https://www.jurnalflores.co.id/travel/pr-7765773505/loke-nggerang-adalah-sebuah-gendang-yang-terbuat-dari-kulit-manusia-di-manggarai-ntt

https://www.nusantara62.com/ragam/pr-3715585353/cerita-rakyat-ntt-legenda-nunduk-loke-nggerang-kisah-pilu-dari-tanah-manggarai