|Negeri Paus| - Pada zaman dahulu di suatu kampung kecil yakni di Ndoso, hiduplah seorang gadis yang berparas sangat cantik dan jelita. Gadis itu bernama Nggérang atau orang-orang biasa memanggil "Molas Wéla Loé".
Kecantika Nggérang sangat memikat, sehingga banyak pemuda yang jatuh cinta pada dirinya. Diketahui bahwa Nggérang merupakan keturunan orang India.
Sebelum Nggérang dilahirkan, kedua orang tuanya berdomisili di Bima.
Saat itu semua upéti atau pajak dari Nuca Lale (Manggar[a]i) harus dibawa ke Bima.
Suatu hari ada seorang petugas membawakan upéti dari Nuca Lale (Manggarai) ke Bima. Petugas itu adalah Kraéng Parera dari Adak Todo dan ditemani oleh seorang dari Bajo yang tak diketauhi namanya.
Dikisahkan bahwa di Bima mereka bertemu dengan istri orang India yang tengah hamil muda.
Suaminya sedang berada di India untuk menjenguk orang tuanya.
Si perempuan yang tengah hamil tersebut pun jatuh cinta pada Kraéng Parera dan ingin menjadi istri dari Kraéng Parera dari Adak Todo.
Perempuan yang telah bersuami tersebut ikut ke Nuca Lale ketika kedua petugas (pembawa upéti dari Nuca Lale) tersebut pulang. Mereka bertiga sama-sama dari Bima hingga tiba di Bajo. Dalam perjalanan hingga berada di Bajo ibu Nggérang terlihat sangat bahagia. Selama berada di Bajo Kraéng Parera tidak tenang karena takut si perempuan hamil tersebut mengikutinya ke Todo.
Konon waktu itu ia telah beristri dan memiliki anak. Lalu ia memutuskan pulang ke Todo tanpa sepengetahuan perempuan tersebut. Ia berpesan kepada petugas upéti Bajo, “Jangan kasih tahu perempuan tersebut bahwa dirinya telah pulang ke Todo.” Sehingga ada istilah kunci bajo, péti Todo.
Setelah beberapa lama, si perempuan yang tengah hamil tersebut berusaha mencari keberadaan Kraéng Parera. Ia mengembara melewati daerah Pacar (Nama Sebuah daerah di Manggarai). Setibanya di Pacar, orang-orang sedang mengadakan ritus adat Barong Waé Pénti. Dengan kehadiran siperempuan yang amat cantik ketika ritus adat tersebut berlangsung, wargapun percaya bahwa ritus mereka diterima oleh para leluhur mereka.
Lalu Ibu hamil tersebut terus pergi hingga kampung Ndoso dan menetap di sana. Beberapa lama kemudian ia pun melahirkan seorang anak perempuan yang diberi nama Nggérang. Anak perempuan tersebut seharusnya dibunuh karena sebelum sang suami berangkat ke India telah berpesan bahwa “Jika kamu melahirkan seorang anak laki-laki maka anak itu dipelihara, tetapi jika anak yang engkau lahirkan adalah perempuan maka harus dibunuh.
” Konon waktu itu, adat orang India tidak menginginkan anak perempuan, namun, pesan sang suami tidak diindahkan oleh sang istrinya. Sang istri merasa tidak tega membunuh anak kandungnya sendiri. Ia sangat menyayangi bayi perempuanya itu. Setelah bayi perempuan itu dilahirkan istri orang India tersebut meminta kepada seseorang perempuan janda tua untuk mengasuhnya dan mereka tinggal di kebun.
Nama kebun tersebut adalah Tobok Watu Sora yang berada di wilayah Ndoso. Agar tidak diketahui sang suami, perempuan tersebut (Ibunya Nggérang) memotong seekor Anjing lalu dikuburkan sebagai bukti bahwa dirinya telah menuruti pesan lelaki India tersebut jika melahirkan seorang anak perempuan maka dia harus dibunuh.
Ketika pulang dari India, sang suami datang mencari istrinya ke Nuca Lale ketika dirinya tahu bahwa istrinya telah ke Nuca Lale.
Ia sangat menghawatirkan keadaan istrinya yang tengah hamil. Ketika orang India itu tiba di Ndoso, bertanyalah pada istrinya apakah anak yang dilahirkanya seorang perempuan atau lelaki.
Istrinya berkata telah melahirkan anak perempuan dan membunuhnya. Ibunda Nggérang pun memperlihatkan kubur anjing yang terletak di depan pintu pondok (sekang) untuk meyakinkan suaminya.
Sang suami punpercaya. Waktu terus berlalu, Nggérang pun bertumbuh menjadi seorang gadis yang sangat cantik. Kecantikanya mampu memikat hati Raja Todo dan Bima.
Kedua Adak(raja) ingin memperistri Molas Wéla Loé itu. Nggérang digelari sebagai gadis rebutan para Raja pada masa itu.
Oleh karena itu, Raja Todo mengambil keputusan untuk membunuh si Nggérang. Hal tersebut merupakan cara Raja Todo untuk mencegah timbulnya konflik atau kecemburuan antara dirinya dengan Raja Bima.
Raja Todo pun menyuruh anak buahnya (Dalu Lelak) untuk membunuh Nggérang yang ada diNdoso. Ia berpesan pada bawahannya bahwa “Apabila gadis tersebut telah dibunuh maka kulit perutnya harus dibawah kesini (Todo), kulit tersebut akan dijadikan gendang.
” Mendengar keputusan sang Raja, keluarga Nggérang hanya diam dan tidak dapat berbuat apa [pun]. Nggérang sendiripun hanya pasrah karena takut orang tuanya akan dibunuh oleh raja tersebut.
Setelah dibunuh, kulit gadis tersebut disayat dan dibawa ke Todo. Kulit itu dibuat gendang sesuai dengan perintah sang Raja Todo.
Gendang tersebut hingga sekarang tersimpan di rumah adat kampung Todo dan dipercayakan sebagai induk dari segala gendang di Manggarai.
Setelah peristiwa pembunuhan Nggérang masyarakat Ndoso dan Todo bermusuhan sampai dengan generasi selanjutnya bahwa apabila orang Todo menginjakan kaki di Ndoso akan mengalami permasalahan serta akan terjadi musibah (watu rutuk ulu lalang dara). (*)
Artikel ini menggunakan versi Todo yang berada di wilayah Manggarai, yang dirujuk dari berbagai sumber.
Sumber:
ARTIKEL; 2020. HUMANIORA DAN ERA DISRUPSIE-PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEKAN CHAIRIL ANWAR Kerja Sama FIB Universitas Jember, HISKI Jember, dan ATL Jember. CERITA LOKE NGGERANG SEBAGAI REPRESENTASISEJARAH POLITIK DI FLORES BARATNUSA TENGGARA TIMUR Ans Prawati Yuliantari Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng.
https://www.jurnalflores.co.id/travel/pr-7765773505/loke-nggerang-adalah-sebuah-gendang-yang-terbuat-dari-kulit-manusia-di-manggarai-ntt
https://www.nusantara62.com/ragam/pr-3715585353/cerita-rakyat-ntt-legenda-nunduk-loke-nggerang-kisah-pilu-dari-tanah-manggarai