-->

Uis Tamae dan Uis Manu; Tahun 1794 Dibalik Dendam Membara; Sejara Di Kampung Haumeni, Bikomi, Timor Tengah Utara

advertise here
NEGERIPAUS.BLOGSPOT.COM"Aku sang musafir dengan segerombol dendam yang menyala di dada, pelan-pelan aku datang menyusuri jeritan waktu untuk mengejar semua sisa-sisa cinta yang telah kau khianati sambil ku genggam segala kisah di antara getar alir darah yang penuh amarah" 

Sepenggal kalimat di atas mewakili perasaan dendam membara ketika tempo diputar menuju ruang waktu untuk melihat kembali sejarah Suf Sila dan Uis Manu. 

Gambar Ini Hanya Pemanis; Pastor C. Martens Di Timor Tengah Utara Saat Pendudukan Jepang Tahun 1945
Gambar Ini Hanya Pemanis; Pastor C. Martens Di Timor Tengah Utara Saat Pendudukan Jepang Tahun 1945


Penuturan sejarah oleh para tetua adat masih dapat kita ketahui sampai saat ini ketika pada tahun 1794 kedua bersaudara kakak beradik yang mewarisi dua suku di kampung Haumeni yakni Suku Laek Molo dan Suku Laek Metan bertikai.

Cerita dimulai dari sini, Uis Manu merupakan adik dari Suf Sila mempunyai seorang istri dan seorang anak. Kehidupan kedua pasangan ini begitu harmonis sampai selusin bulan berlalu. 

Pada suatu ketika kemarau panjang melanda wilayah itu dan terjadi musim kelaparan sehingga memaksa Uis Manu untuk mencarikan makanan ke wilayah-wilayah terdekat.

Anak dan Istri Uis Manu menunggu dengan penuh harap di rumah mereka. Namun, setelah begitu lama, suaminya tak kunjung datang hingga rasa lapar pun tidak bisa tertahankan lagi. Sang Istri pergi ke pergi ke rumahnya Uis Tamae kakak dari suaminya yakni Uis Manu agar bisa sekiranya memberikan ia makanan.

Namun karena rasa malu istri Uis Manu tidak mengatakan kalau ia ingin meminta makanan, begitu dilakukannya sampai dua kali ia mendatangi rumah Uis Tamae. Sampai kali ketiga ia memberanikan diri untuk meminta makan sehingga Uis Tamae pun berkata bahwa " kenapa tidak bilang dari tadi". 

Menurut beberapa sumber sejarah yang di himpun bahwa sebelum Uis Tamae memberikan makanan kepada istri Uis Manu, Uis Tamae mempunyai sesuatu permintaan yaitu istri Uis Manu harus melakukan hubungan. Dan ketika itu juga dilihat oleh anak dari Uis Manu. 

Tanpa disadari karena ia adalah anak kecil yang polos maka ketika ayahnya yakni Uis Manu pulang dari mencari makanan anaknya langsung berkata kepada bapaknya demikian; "usi lelo usi feka om au usi naek nok au aina nuasin nabaelin mbin hel’e tun" lalu kata usinya kepada anak "hus kako nane ka molkef", kira-kira seperti ini artinya sebelum Uis Manu pulang mencari makanan istrinya berhubugan dengan Uis Tamae diatas tempat tidur.

Kemudian Uis Manu agaknya kecewa dengan kelakuan kakaknya Uis Tamae, maka hari demi hari setelah selesai menyelesaikan pekerjaannya, Uis Manu mengasa pisau menjadi tajam. Ia berniat untuk menghabisi kakaknya yakni Uis Tamae karena kelakuannya kepada istrinya. 


Pada suatu hari ada pembagian Upeti kepada raja (tama maus) namun ada hal yang tidak biasa dilakukan oleh Uis Manu yakni ketika memberikan upeti, ia menunjuk dengan menggunakan tangan namun ketika giliran kepada Uis Tamae ia menunjuk dengan menggunakan kaki. Namun tidak semua orang yang hadir melihat apa yang dilakukan Uis Manu. 

Jadi, ketika itu ada seorang yang melihat kejadian itu yakni Uis Atonas kemudian ia memberitahukan kepada Uis Tamae "Usi naek lelo tamamaus au uis manu on biakini an lek neke nuku afun an te usi at an lek nekja haen". 

"Ketika  saat pemberian upeti tadi, yang lain tunjuk menggunakan tangan tapi ketika sampai di Usi Naek ia menunjuk menggunakan kaki."

Karena kecewa atas perbuatan kakaknya maka ia menggunakan kaki untuk menunjuk Uis Tamae. 

Dikisahkan bahwa Uis Manu membawanya sampai tama mau, ketika itu pisau sudah diasah sedemikian tajam. 
Sehingga suatu hari sang adik berkata kepada sang kakak bahwa ia bisa memotong kumis dan membersihkan wajah sang kakak disamping itu ada kesempatan, ia bisa memotong putus leher kakaknya.

"Usi naek om he eo anko konman te nane latu saanuis manu nakam tata muhelam neoman hen matan he es le i ketom te haef teon usi naek neone tuka nuban", setelah memotong putus leher uis tamae lalu uis manu membawanya ke bola faot one dan jenazahnya di buang ke situ."

Dengan kejadian inilah mereka berpisah dan membuat rumah adat sendiri-sendiri yang terkenal dengan sebutan laek metan suni oetpah dan laek molo lake ome, kemudian setelahnya Uis Manu dan Uis Buku di usir dari kampung.  

Dan Suku Laek Metan membawa batu pemali (faot leu) dari bnoko Haumen ke kuam mnasi sedangkan laek molo menetap di Bnoko Haumeni.Yang masih ada sampai saat ini. 

Panasnya suasana saat itu dapat diketahui dalam bahasa setempat berikut:

"Maut nuakit at batsok naikat manhinen maut au peo faen on kuam mnasi a homubala kuan Haumen, me oelfe natuin an te oe apot oelfe nakam tata maut au faen ubala Haumen tunan, oel apot nane oe fam neo usi lake nok suni oetpah."


Keberadaan suku Laek Molo dan suku Laek Metan masih ada hingga saat ini, menumbuh kembang dan masih mempertahankan budaya dan tradisi yang lama dari masing-masing suku agar tidak punah atau hilang dari kehidupan.

Sumber Rujukan: Taneo M., dkk. 2019. Sejarah Suku Laek Molo Dan Suku Laek Metan Di Kampung Haumeni Wilayah Bikomi Timor Tengah Utara Tahun 1794-1800. Undana
 
close